Google

PopAds

Kamis, 25 September 2014

Muatan Lokal Kurikulum 2013 (Revisi)

Muatan lokal adalah bahan kajian atau mata pelajaran pada satuan pendidikan yang berisi muatan dan proses pembelajaran tentang potensi dan keunikan lokal.
Satuan pendidikan adalah Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), dan Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK).

Muatan lokal merupakan bahan kajian atau mata pelajaran pada satuan pendidikan yang berisi muatan dan proses pembelajaran tentang potensi dan keunikan lokal yang dimaksudkan untuk membentuk pemahaman peserta didik terhadap keunggulan dan kearifan di daerah tempat tinggalnya. Muatan lokal diajarkan dengan tujuan membekali peserta didik dengan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan untuk:
  1. mengenal dan mencintai lingkungan alam, sosial, budaya, dan spiritual di daerahnya; dan
  2. melestarikan dan mengembangkan keunggulan dan kearifan daerah yang berguna bagi diri dan lingkungannya dalam rangka menunjang pembangunan nasional.
Muatan lokal dikembangkan atas prinsip:
  1. kesesuaian dengan perkembangan peserta didik;
  2. keutuhan kompetensi;
  3. fleksibilitas jenis, bentuk, dan pengaturan waktu penyelenggaraan; dan
  4. kebermanfaatan untuk kepentingan nasional dan menghadapi tantangan global.
Muatan lokal dapat berupa antara lain:
  1. seni budaya,
  2. prakarya,
  3. pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan,
  4. bahasa, dan/atau
  5. teknologi.
Muatan pembelajaran terkait muatan lokal berupa bahan kajian terhadap keunggulan dan kearifan daerah tempat tinggalnya. Muatan pembelajaran terkait muatan lokal diintegrasikan antara lain dalam mata pelajaran seni budaya, prakarya, dan/atau pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan. Dalam hal pengintegrasian tidak dapat dilakukan, muatan pembelajaran terkait muatan lokal dapat dijadikan mata pelajaran yang berdiri sendiri.

Muatan lokal dirumuskan dalam bentuk dokumen yang terdiri atas:
  1. kompetensi dasar;
  2. silabus; dan
  3. buku teks pelajaran.
Muatan lokal dikembangkan dengan tahapan:
  1. analisis konteks lingkungan alam, sosial, dan/atau budaya;
  2. identifikasi muatan lokal;
  3. perumusan kompetensi dasar untuk setiap jenis muatan lokal;
  4. penentuan tingkat satuan pendidikan yang sesuai untuk setiap kompetensi dasar;
  5. pengintegrasian kompetensi dasar ke dalam muatan pembelajaran yang relevan;
  6. penetapan muatan lokal sebagai bagian dari muatan pembelajaran atau menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri;
  7. penyusunan silabus; dan
  8. penyusunan buku teks pelajaran.
Satuan pendidikan dapat mengajukan usulan muatan lokal berdasarkan hasil analisis konteks dan identifikasi muatan lokal kepada pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah kabupaten/kota melakukan:
  1. analisis  dan  identifikasi  terhadap  usulan  satuan  pendidikan
  2. perumusan kompetensi dasar; dan
  3. penentuan tingkat satuan pendidikan yang sesuai untuk setiap kompetensi dasar.
Pemerintah kabupaten/kota menetapkan muatan lokal sebagai bagian dari muatan pembelajaran atau menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri.
Pemerintah kabupaten/kota mengusulkan hasil penetapan muatan lokal kepada pemerintah provinsi.
Pemerintah provinsi menetapkan muatan lokal yang diusulkan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk diberlakukan di wilayahnya.
Pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya merumuskan kompetensi dasar, penyusunan silabus, dan penyusunan buku teks pelajaran muatan lokal.
Dalam hal satuan pendidikan tidak mengajukan usulan muatan lokal pemerintah  daerah  dapat  menetapkan  sesuai  dengan  kebutuhan daerahnya.

Pelaksanaan muatan lokal pada satuan pendidikan perlu didukung dengan:
  1. kebijakan Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan satuan pendidikan sesuai kewenangannya; dan
  2. ketersediaan sumber daya pendidikan yang dibutuhkan.
Pengembangan muatan lokal oleh satuan pendidikan dilakukan oleh tim pengembang Kurikulum di satuan pendidikan dengan melibatkan unsur komite sekolah/madrasah, dan nara sumber, serta pihak lain yang terkait.
Pengembangan muatan lokal oleh daerah dilakukan oleh Tim Pengembang Kurikulum provinsi, Tim Pengembang Kurikulum kabupaten/kota, tim pengembang Kurikulum di satuan pendidikan, dan dapat melibatkan narasumber serta pihak lain yang terkait.
Pengembangan muatan lokal dikoordinasikan dan disupervisi oleh dinas pendidikan atau kantor kementerian agama provinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.

Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, ketentuan dalam Peraturan Menteri Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum yang mengatur mengenai Muatan Lokal dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Sumber Rujukan ;
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG MUATAN LOKAL KURIKULUM 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih.