Pengajaran salah satu bagian dari Pendidikan

Pengajaran adalah pendidikan dengan cara memberi ilmu atau berfaedah buat hidup anak-anak, baik lahir maupun batin.

Pendidikan adalah tempat bersemainya benih-benih kebudayaan

Segala unsur peradaban dan kebudayaan dapat tumbuh dengan sebaik-baiknya.

Pendidikan hanya suatu tuntunan

Hidup tumbuhnya anak itu terletak di luar kecakapan atau kehendak pendidik.

Beschaving is zelfbeheersching

Adab itu berarti dapat menguasai diri.

Permainan anak adalah pendidikan

Pelajaran paca indra dan permainan anak itu tidak dipisah, yaitu dianggap satu.

Kamis, 18 Agustus 2016

Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah


Bunyi Pasal 1, sebagai berikut:
  1. Standar Isi untuk Pendidikan Dasar dan Menengah yang selanjutnya disebut Standar Isi terdiri dari Tingkat Kompetensi dan Kompetensi Inti sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
  2. Kompetensi Inti meliputi sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan ketrampilan.
  3. Ruang lingkup materi yang spesifik untuk setiap mata pelajaran dirumuskan berdasarkan Tingkat Kompetensi dan Kompetensi Inti untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
  4. Standar Isi untuk muatan peminatan kejuruan pada SMK/MAK  setiap  program  keahlian diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pendidikan Menengah.
  5. Pencapaian Kompetensi Inti dan penguasaan ruang lingkup materi pada setiap mata pelajaran untuk setiap kelas pada tingkat kompetensi sesuai dengan jenjang dan jenis  pendidikan  tertentu  ditetapkan oleh  Pusat Kurikulum dan Perbukuan.
  6. Perumusan Kompetensi Dasar pada setiap Kompetensi Inti untuk setiap mata pelajaran sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan tertentu ditetapkan oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan.
  7. Perumusan Kompetensi Dasar pada Kompetensi Inti Sikap Spiritual sebagaimana yang dimaksud pada ayat (6)  pada  mata  pelajaran  Pendidikan  Agama  dan Budipekerti disusun secara jelas.
  8. Perumusan Kompetensi Dasar pada Kompetensi Inti Sikap Soial sebagaimana dimaksud pada ayat (6) pada mata  pelajaran  Pendidikan  Pancasila  dan Kewarganegaraan disusun secara jelas.
  9. Standar Isi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisah dari Peraturan Menteri ini.

Bunyi Pasal 2, sebagai berikut:
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Satuan Pendidikan Dasar dan Satuan Pendidikan Menengah wajib menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini paling lambat 3 (tiga) tahun untuk semua tingkat kelas.
Bunyi Pasal 3, sebagai berikut:
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Untuk memenuhi kebutuhan masa depan dan menyongsong Generasi Emas Indonesia Tahun 2045, telah ditetapkan Standar Kompetensi Lulusan yang berbasis pada Kompetensi Abad XXI, Bonus Demografi Indonesia, dan Potensi Indonesia menjadi Kelompok 7 Negara Ekonomi Terbesar Dunia, dan sekaligus memperkuat kontribusi Indonesia terhadap pembangunan peradaban dunia. Ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi peserta didik yang harus dipenuhi atau dicapai pada suatu satuan pendidikan dalam jenjang dan jenis pendidikan tertentu dirumuskan dalam Standar Isi untuk setiap mata pelajaran.
Standar Isi disesuaikan dengan substansi tujuan pendidikan nasional dalam domain sikap spiritual dan sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Oleh karena itu, Standar Isi dikembangkan untuk menentukan kriteria ruang lingkup dan tingkat kompetensi yang sesuai dengan kompetensi lulusan yang dirumuskan  pada  Standar  Kompetensi  Lulusan,  yakni  sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Karakteristik, kesesuaian, kecukupan, keluasan, dan kedalaman materi ditentukan sesuai dengan karakteristik kompetensi  beserta  proses  pemerolehan  kompetensi  tersebut.  Ketiga kompetensi tersebut memiliki proses pemerolehan yang berbeda. 
  • Sikap dibentuk melalui aktivitas-aktivitas: menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan. 
  • Pengetahuan dimiliki melalui aktivitas-aktivitas: mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. 
  • Keterampilan diperoleh melalui aktivitas-aktivitas: mengamati, menanya,  mencoba,  menalar, menyaji,  dan  mencipta.  
Karakteristik kompetensi  beserta  perbedaan  proses  pemerolehannya mempengaruhi Standar Isi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan ditetapkan bahwa Standar Isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Ruang lingkup materi dirumuskan berdasarkan kriteria muatan wajib yang ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, konsep keilmuan, dan karakteristik satuan pendidikan dan program pendidikan. Selanjutnya, tingkat kompetensi dirumuskan berdasarkan kriteria tingkat perkembangan peserta didik, kualifikasi  kompetensi  Indonesia,  dan  penguasaan  kompetensi  yang berjenjang.

Dalam usaha mencapai Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana telah ditetapkan untuk setiap satuan dan jenjang pendidikan, penguasaan kompetensi lulusan dikelompokkan menjadi Tingkat Kompetensi Pendidikan Dasar dan Tingkat Kompetensi Pendidikan Menengah. Tingkat Kompetensi menunjukkan tahapan yang harus dilalui untuk mencapai kompetensi lulusan yang telah ditetapkan dalam Standar Kompetensi Lulusan. Tingkat Kompetensi merupakan kriteria capaian Kompetensi yang bersifat generik yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada setiap jenjang pendidikan dalam rangka pencapaian Standar Kompetensi Lulusan. Tingkat  Kompetensi  dikembangkan  berdasarkan kriteria;  (1)  Tingkat perkembangan peserta didik, (2) Kualifikasi kompetensi Indonesia, (3) Penguasaan kompetensi yang berjenjang. Selain itu Tingkat Kompetensi juga memperhatikan tingkat kerumitan/kompleksitas kompetensi, fungsi satuan pendidikan, dan keterpaduan antar jenjang yang relevan. Untuk menjamin keberlanjutan antar jenjang, Tingkat Kompetensi dimulai dari Tingkat Kompetensi Pendidikan Anak Usia Dini. Berdasarkan pertimbangan di atas, Tingkat Kompetensi dirumuskan sebagai berikut:
Tabel 1. Tingkat Kompetensi dan Jenjang Pendidikan

Keterangan:
SDLB, SMPLB, dan SMALB yang dimaksud hanya diperuntukkan bagi tuna netra, tuna rungu, tuna daksa, dan tuna laras yang intelegensinya normal. 

Bloom Taxonomy yang pertama kali dikenalkan oleh sekelompok peneliti yang dipimpin oleh Benjamin Bloom pada tahun 1956 dan dikembangkan lebih lanjut oleh Anderson and Krathwol pada tahun 2001 digunakan sebagai rujukan pada Standar Kompetensi Lulusan. Bloom Taxonomy mengkategorikan capaian pembelajaran menjadi tiga domain, yaitu dimensi pengetahuan yang terkait dengan penguasaan pengetahuan, dimensi sikap yang terkait dengan penguasaan sikap dan perilaku, serta dimensi ketrampilan yang terkait dengan penguasaan ketrampilan. Dimensi pengetahuan diklasifikasikan menjadi faktual, konseptual, prosedural, serta metakognitif yang penguasaannya dimulai sejak Tingkat Pendidikan Dasar hingga Tingkat Pendidikan Menengah.
Structure of Observed Learning Outcome (SOLO) Taxonomy yang pertama kali dikembangkan oleh Biggs dan Collin (1982) dan telah diperbarui tahun 2003 digunakan sebagai dasar untuk mengelompokkan Tingkat Kompetensi untuk aspek pengetahuan. Menurut SOLO Taxonomy ada lima tahap yang dilalui oleh peserta didik untuk menguasai suatu pengetahuan, yaitu tahah pre-struktural, uni-struktural, multi-struktural, relasional dan abstrak yang diperluas. Kelima tahap ini dapat disederhanakan menjadi tiga tahap, yaitu surface knowledge, deep knowledge dan conceptual atau constructed knowledge.
Tahap surface knowledge diperoleh pada Tingkat Pendidikan Dasar untuk Sekolah Dasar, tahap deep knowledge diperoleh pada Tingkat Pendidikan Dasar untuk Sekolah Menengah Pertama dan tahap conceptual/constructed knowledge diperoleh pada Tingkat Pendidikan Menengah yaitu ada Sekolah Menengah Atas. Walaupun demikian, untuk jenis pengetahuan tertentu, ketiga tahap ini dapat dicapai dalam satu jenjang pendidikan atau dalam satu tingkat kelas. Berdasarkan Tingkat Kompetensi tersebut ditetapkan Kompetensi yang bersifat generik yang selanjutnya digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan Kompetensi dan ruang lingkup materi yang bersifat spesifik untuk setiap mata pelajaran. Secara hirarkis, Standar Kompetensi Lulusan digunakan sebagai acuan untuk menetapkan Kompetensi yang bersifat generik pada tiap Tingkat Kompetensi. Kompetensi yanag bersifat generik ini kemudian digunakan untuk menentukan kompetensi yang bersifat spesifik untuk tiap mata pelajaran. Selanjutnya, Kompetensi dan ruang lingkup materi digunakan untuk menentukan Kompetensi Dasar pada pengembangan kurikulum tingkat satuan dan jenjang pendidikan.
Kompetensi yang bersifat generik mencakup 3 (tiga) ranah yakni sikap, pengetahuan dan keterampilan. Ranah sikap dipilah menjadi sikap spiritual dan sikap sosial. Pemilahan ini diperlukan untuk menekankan pentingnya keseimbangan fungsi sebagai manusia seutuhnya yang mencakup aspek spiritual dan aspek sosial sebagaimana diamanatkan dalam tujuan pendidikan nasional. Dengan demikian, Kompetensi yang bersifat generik terdiri atas 4 (empat) dimensi yang merepresentasikan sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan, yang selanjutnya disebut Kompetensi Inti (KI). 
Setiap Tingkat Kompetensi berimplikasi terhadap tuntutan proses pembelajaran dan penilaian. Penjabaran Tingkat Kompetensi lebih lanjut pada setiap jenjang pendidikan sesuai pencapaiannya pada tiap kelas akan dilakukan oleh Pihak Pengembang Kurikulum. Tingkat Kompetensi yang berbeda menuntut pembelajaran dan penilaian dengan fokus dan penekanan yang berbeda pula. Semakin tinggi Tingkat Kompetensi, semakin kompleks intensitas pengalaman belajar peserta didik dan proses pembelajaran serta penilaian.

Uraian revisi Kompetensi Inti untuk setiap Tingkat Kompetensi disajikan berikut ini:
1. Tingkat Pendidikan Dasar
(Tingkat Kelas I-VI SD/MI/SDLB/PAKET A)
KOMPETENSI INTI
Sikap Spritual
1. Menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya.
KOMPETENSI INTI
Sikap Sosial
2. Menunjukkan perilaku:
a. jujur,
b. disiplin,
c. santun,
d. percaya diri,
e. peduli, dan
f. bertanggung jawab dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangga, dan negara.
KOMPETENSI INTI
Pengetahuan
3. Memahami pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif pada tingkat dasar dengan cara :
a. mengamati,
b. menanya, dan
c. mencoba
Berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, di sekolah, dan tempat bermain.
KOMPETENSI INTI
Keterampilan
4. Menunjukkan keterampilan berfikir dan bertindak:
a. kreatif
b. produktif,
c. kritis,
d. mandiri,
e. kolaboratif, dan
f. komunikatif
Dalam bahasa yang jelas, sistematis, logis dan kritis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan tindakan yang mencerminkan perilaku anak sesuai dengan tahap perkembangannya.

(Tingkat Kelas VII-IX SMP/MTs/SMPLB/PAKET B)
KOMPETENSI INTI
Sikap Spritual
1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.
KOMPETENSI INTI
Sikap Sosial
2. Menghargai dan menghayati perilaku:
a. jujur,
b. disiplin,
c. santun,
d. percaya diri,
e. peduli, dan
f. bertanggung jawab
dalam berinteraksi secara efektif sesuai dengan perkembangan anak  di lingkungan, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, dan kawasan regional.
KOMPETENSI INTI
Pengetahuan
3. Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif pada tingkat teknis dan spesifik sederhana berdasarkan rasa ingin tahunya tentang:
a. ilmu pengetahuan,
b. teknologi,
c. seni,
d. budaya
dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, dan kenegaraan terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
KOMPETENSI INTI
Keterampilan
4. Menunjukkan keterampilan menalar, mengolah, dan menyaji secara:
a. kreatif
b. produktif,
c. kritis,
d. mandiri,
e. kolaboratif, dan
f. komunikatif,
dalam ranah konkret dan ranah abstrak sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang teori.

2. Tingkat Pendidikan Menengah
(Kelas X-XII SMA/MA/SMALB/PAKET C)
KOMPETENSI INTI
Sikap Spritual
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
KOMPETENSI INTI
Sikap Sosial
2. Menghayati dan mengamalkan perilaku
a. jujur,
b. disiplin,
c. santun,
d. peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai),
e. bertanggung jawab,
f. responsif, dan
g. pro-aktif,
Dalam berinteraksi secara efektif sesuai dengan perkembangan anak  di lingkungan, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan kawasan internasional.
KOMPETENSI INTI
Pengetahuan
3. Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif pada tingkat teknis, spesifik, detil, dan kompleks berdasarkan rasa ingin tahunya tentang
a. ilmu pengetahuan,
b. teknologi,
c. seni,
d. budaya, dan
e. humaniora
Dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
KOMPETENSI INTI
Keterampilan
4. Menunjukkan keterampilan menalar, mengolah, dan menyaji secara:
a. efektif,
b. kreatif,
c. produktif,
d. kritis,
e. mandiri,
f. kolaboratif,
g. komunikatif, dan
h. solutif,
Dalam ranah konkret dan abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah, serta mampu menggunakan metoda sesuai dengan kaidah keilmuan.

(Kelas X- XII SMK/MAK)
KOMPETENSI INTI
Sikap Spritual
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
KOMPETENSI INTI
2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, santun, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), bertanggung jawab, responsif, dan pro-aktif melalui keteladanan, pemberian nasehat, penguatan, pembiasaan, dan pengkondisian secara berkesinambungan serta menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
KOMPETENSI INTI
Pengetahuan
3. Memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi pengetahuanfaktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif pada tingkat teknis, spesifik, detil, dan kompleks dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian pada bidang kerja yang spesifik untuk memecahkan masalah.
KOMPETENSI INTI
Keterampilan
4. Menunjukkan keterampilan menalar, mengolah, dan menyaji secara:
a. efektif,
b. kreatif,
c. produktif,
d. kritis,
e. mandiri,
f. kolaboratif,
g. komunikatif, dan
h. solutif,
Dalam ranah konkret dan abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah, serta mampu melaksanakan tugas spesifik di bawah pengawasan langsung.

SUMBER RUJUKAN:
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR ISI PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

Minggu, 14 Agustus 2016

Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah


Standar  Kompetensi  Lulusan  Pendidikan  Dasar  dan Menengah digunakan sebagai acuan utama pengembangan standar isi, standar proses, standar penilaian pendidikan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan  prasarana,  standar  pengelolaan,  dan  standar pembiayaan.

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2013 Tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

A. Latar Belakang
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat(3)  mengamanatkan bahwa  pemerintah  mengusahakan  dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. Atas dasar amanat tersebut telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan Pasal 3 menegaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut diperlukan profil kualifikasi kemampuan lulusan yang dituangkan dalam standar kompetensi lulusan. Dalam penjelasan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa standar kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik yang harus dipenuhinya atau dicapainya dari suatu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
B. Pengertian
Standar  Kompetensi  Lulusan  adalah  kriteria  mengenai  kualifikasi kemampuan  lulusan  yang  mencakup  sikap,  pengetahuan,  dan keterampilan.
C. Tujuan
Standar  Kompetensi  Lulusan  digunakan  sebagai  acuan  utama pengembangan standar isi, standar proses, standar penilaian pendidikan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan.
D. Ruang Lingkup
Standar Kompetensi Lulusan terdiri atas kriteria kualifikasi kemampuan peserta didik yang diharapkan dapat dicapai setelah menyelesaikan masa belajarnya di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
E. Monitoring dan Evaluasi
Untuk  mengetahui  ketercapaian  dan  kesesuaian  antara  Standar Kompetensi Lulusan dan lulusan dari masing-masing satuan pendidikan dan kurikulum yang digunakan pada satuan pendidikan tertentu perlu dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala dan berkelanjutan dalam setiap periode. Hasil yang diperoleh dari monitoring dan evaluasi digunakan sebagai bahan masukan bagi penyempurnaan Standar Kompetensi Lulusan di masa yang akan datang.

Setiap lulusan satuan pendidikan dasar dan menengah memiliki kompetensi pada tiga dimensi yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Lulusan SD/MI/SDLB/Paket A; SMP/MTs/SMPLB/Paket B; dan SMA/MA/SMALB/Paket C memiliki kompetensi pada dimensi sikap sebagai berikut.
DIMENSI SIKAP
SD/MI/SDLB/Paket A
Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap:
1. beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME,
2. berkarakter, jujur, dan peduli,
3. bertanggungjawab,
4. pembelajar sejati sepanjang hayat, dan
5. sehat jasmani dan rohani
sesuai dengan perkembangan anak  di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, dan negara.

SMP/MTs/SMPLB/Paket B
Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap:
1. beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME,
2. berkarakter, jujur, dan peduli,
3. bertanggungjawab,
4. pembelajar sejati sepanjang hayat, dan
5. sehat jasmani dan rohani
sesuai dengan perkembangan anak  di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, dan kawasan regional.

SMA/MA/SMALB/Paket C
Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap:
1. beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME,
2. berkarakter, jujur, dan peduli,
3. bertanggungjawab, 
4. pembelajar sejati sepanjang hayat, dan
5. sehat jasmani dan rohani
sesuai dengan perkembangan anak  di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan internasional.

Lulusan SD/MI/SDLB/Paket A; SMP/MTs/ SMPLB/Paket B; dan SMA/MA/SMALB/Paket C memiliki kompetensi pada dimensi pengetahuan sebagai berikut.
DIMENSI PENGETAHUAN
SD/MI/SDLB/Paket A
Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif pada tingkat dasar berkenaan dengan:
1. ilmu pengetahuan,
2. teknologi,
3. seni, dan
4. budaya.
Mampu mengaitkan pengetahuan di atas dalam konteks diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, dan negara.

SMP/MTs/SMPLB/Paket B
Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif pada tingkat teknis dan spesifik sederhana berkenaan dengan:
1. ilmu pengetahuan,
2. teknologi,
3. seni, dan
4. budaya.
Mampu mengaitkan pengetahuan di atas dalam konteks diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, dan kawasan regional.

SMA/MA/SMALB/Paket C
Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif pada tingkat teknis, spesifik, detil, dan kompleks berkenaan dengan:
1. ilmu pengetahuan,
2. teknologi,
3. seni,
4. budaya, dan
5. humaniora.
Mampu mengaitkan pengetahuan di atas dalam konteks diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, serta kawasan regional dan internasional.

Istilah pengetahuan Faktual, Konseptual, Prosedural, dan Metakognitif pada masing-masing satuan pendidikan dijelaskan berikut.
Faktual 
SD/MI/SDLB/Paket A
Pengetahuan dasar berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya terkait dengan diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, dan negara.

SMP/MTs/SMPLB/Paket B
Pengetahuan teknis dan spesifik tingkat sederhana berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya terkait dengan masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, dan kawasan regional.

SMA/MA/SMALB/Paket C
Pengetahuan teknis dan spesifik, detail dan kompleks berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya terkait dengan masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan internasional.

Konseptual 
SD/MI/SDLB/Paket A
Terminologi/istilah yang digunakan, klasifikasi, kategori, prinsip, dan generalisasi berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya terkait dengan diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, dan negara.

SMP/MTs/SMPLB/Paket B
Terminologi/ istilah dan klasifikasi, kategori, prinsip, generalisasi dan teori, yang digunakan terkait dengan pengetahuan teknis dan spesifik tingkat sederhana berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya terkait dengan masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, dan kawasan regional.

SMA/MA/SMALB/Paket C
Terminologi/istilah dan klasifikasi, kategori, prinsip, generalisasi, teori,model, dan struktur yang digunakan terkait dengan pengetahuan teknis dan spesifik, detail dan kompleks berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya terkait dengan masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan internasional.

Prosedural 
SD/MI/SDLB/Paket A
Pengetahuan tentang cara melakukan sesuatu atau kegiatan yang berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya terkait dengan diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa dan negara.

SMP/MTs/SMPLB/Paket B
Pengetahuan tentang cara melakukan sesuatu atau kegiatan yang terkait dengan pengetahuan teknis, spesifik, algoritma, metode tingkat sederhana berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya terkait dengan masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, dan kawasan regional.

SMA/MA/SMALB/Paket C
Pengetahuan tentang cara melakukan sesuatu atau kegiatan yang terkait dengan pengetahuan teknis, spesifik, algoritma, metode, dan kriteria untuk menentukan prosedur yang sesuai berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya, terkait dengan masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan internasional.

Metakognitif  
SD/MI/SDLB/Paket A
Pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan diri sendiri dan menggunakannya dalam mempelajari ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya terkait dengan diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa dan negara. 

SMP/MTs/SMPLB/Paket B
Pengetahuan tentang kekuatan
dan kelemahan diri sendiri dan menggunakannya dalam mempelajari pengetahuan teknis dan spesifik tingkat sederhana berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya terkait dengan masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, dan kawasan regional.

SMA/MA/SMALB/Paket C
Pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan diri sendiri dan menggunakannya dalam mempelajari pengetahuan teknis, detail, spesifik, kompleks, kontekstual dan kondisional berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya terkait dengan masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan internasional. 

Lulusan SD/MI/SDLB/Paket A; SMP/MTs/SMPLB/Paket B; dan SMA/MA/SMALB/Paket C memiliki kompetensi pada dimensi keterampilan sebagai berikut.
DIMENSI KETERAMPILAN
SD/MI/SDLB/Paket A
Memiliki keterampilan berpikir dan bertindak:
1. kreatif,
2. produktif,
3. kritis,
4. mandiri,
5. kolaboratif, dan
6. komunikatif
melalui pendekatan ilmiah sesuai dengan tahap perkembangan anak yang relevan dengan tugas yang diberikan.

SMP/MTs/SMPLB/Paket B
Memiliki keterampilan berpikir dan bertindak:
1. kreatif,
2. produktif,
3. kritis,
4. mandiri,
5. kolaboratif, dan
6. komunikatif
melalui pendekatan ilmiah sesuai dengan yang dipelajari di satuan pendidikan dan sumber lain secara mandiri.

SMA/MA/SMALB/Paket C
Memiliki keterampilan berpikir dan bertindak:
1. kreatif,
2. produktif,
3. kritis,
4. mandiri,
5. kolaboratif, dan
6. komunikatif
melalui pendekatan ilmiah sebagai pengembangan dari yang dipelajari di satuan pendidikan dan sumber lain secara mandiri.

Gradasi untuk dimensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan antar jenjang pendidikan memperhatikan:
a. perkembangan psikologis anak;
b. lingkup dan kedalaman;
c. kesinambungan;
d. fungsi satuan pendidikan; dan
e. lingkungan.

SUMBER RUJUKAN:
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR KOMPETENSI LULUSAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

Rabu, 13 Juli 2016

Pengenalan Lingkungan Sekolah Bagi Siswa Baru


Pengenalan  lingkungan  sekolah  adalah  kegiatan pertama masuk Sekolah untuk pengenalan program, sarana  dan  prasarana  sekolah,  cara  belajar, penanaman konsep pengenalan diri, dan pembinaan awal kultur Sekolah.

Pada  awal  tahun  pelajaran,  perlu  dilakukan pengenalan lingkungan sekolah bagi siswa baru. Pengenalan  lingkungan  sekolah bertujuan untuk:
  1. mengenali potensi diri siswa baru;
  2. membantu  siswa  baru  beradaptasi  dengan lingkungan sekolah dan sekitarnya, antara lain terhadap aspek keamanan, fasilitas umum, dan sarana prasarana sekolah;
  3. menumbuhkan motivasi, semangat, dan cara belajar efektif sebagai siswa baru;
  4. mengembangkan interaksi positif antarsiswa dan warga sekolah lainnya;
  5. menumbuhkan  perilaku  positif  antara  lain kejujuran, kemandirian, sikap saling menghargai, menghormati keanekaragaman dan persatuan, kedisplinan, hidup bersih dan sehat untuk mewujudkan siswa yang memiliki nilai integritas, etos kerja, dan semangat gotong royong.

Pengenalan lingkungan sekolah meliputi:
a.  kegiatan wajib; dan
b.  kegiatan pilihan.

Kegiatan wajib dan kegiatan pilihan dilakukan sesuai dengan Silabus Pengenalan Lingkungan Sekolah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri.
SILABUS PENGENALAN LINGKUNGAN SEKOLAH BAGI SISWA BARU
Tujuan:
1. Mengenali potensi diri siswa baru
Kegiatan Wajib:
  1. Pengisian formulir siswa baru oleh orang tua/wali;
  2. Kegiatan pengenalan siswa (khusus SD, siswa dapat dikenalkan oleh orang tua).
Kegiatan Pilihan:
  1. Diskusi konseling.
  2. Mengenalkan kegiatan ekstra kurikuler yang ada di sekolah.
  3. Melibatkan siswa secara aktif dalam setiap diskusi.
Tujuan:
2. Membantu siswa baru beradaptasi dengan lingkungan sekolah dan sekitarnya, antara lain terhadap aspek keamanan, fasilitas umum, dan sarana prasarana sekolah 
Kegiatan Wajib:
  1. Kegiatan pengenalan warga sekolah;
  2. Kegiatan pengenalan visi-misi, program, kegiatan, cara belajar, dan tata tertib sekolah;
  3. Kegiatan pengenalan fasilitas sarana dan prasarana sekolah dengan memegang prinsip persamaan hak seluruh siswa;
  4. Pengenalan stakeholders sekolah lainnya.
Kegiatan Pilihan:

  1. Pengenalan tata cara dan etika makan, tata cara penggunaan fasilitas toilet, dan tata cara berpakaian/sepatu.
  2. Mengajak siswa berkeliling ke seluruh area sekolah, sambil menjelaskan setiap fasilitas, sarana, dan prasarana yang terdapat di sekolah serta kegunaannya.
  3. Menginformasikan fasilitas-fasilitas umum di sekitar sekolah.
  4. Menginformasikan kewajiban pemeliharaan fasilitas dan sarana prasarana sekolah dan fasilitas-fasilitas umum.
  5. Kegiatan simulasi penanggulangan bencana.
  6. Menginformasikan daerah rawan di sekitar sekolah.
  7. Kegiatan pengenalan manfaat dan dampak teknologi informasi, termasuk sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait.
Tujuan:
3. Menumbuhkan motivasi, semangat, dan cara belajar efektif sebagai siswa baru
Kegiatan Wajib:

  1. Simulasi penyelesaian suatu masalah untuk menumbuhkan motivasi dan semangat belajar siswa;
  2. Kegiatan pengenalan etika komunikasi, termasuk tata cara menyapa/berbicara menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Kegiatan Pilihan:

  1. Pengenalan metode pembelajaran dalam bentuk quantum learning (speed reading, easy writing, mind mapping, super memory system).
  2. Mendatangkan narasumber dari berbagai profesi untuk berbagi pengalaman.
  3. Kegiatan pengenalan kewirausahaan.
  4. Kegiatan pengenalan institusi pasangan pada sekolah kejuruan.
Tujuan:
4. Mengembangkan interaksi positif antarsiswa dan warga sekolah lainnya
Kegiatan Wajib:

  1. Pembiasaan salam, senyum, sapa, sopan, dan santun;
  2. Pengenalan etika pergaulan antar siswa serta antara siswa dengan guru dan tenaga kependidikan, termasuk kepada sikap simpati, empati, dan saling menghargai, serta sportif.
Kegiatan Pilihan:

  1. Kegiatan atraksi masing-masing kelas, antara lain perlombaan bidang kesenian, dan olahraga.
  2. Kegiatan yang menjalin keakraban antar siswa dengan warga sekolah antara lain dengan permainan atau diskusi kelompok.
Tujuan:
5. Menumbuhkan perilaku positif antara lain kejujuran, kemandirian, sikap saling menghargai, menghormati keanekaragaman dan persatuan, kedisplinan, hidup bersih dan sehat untuk mewujudkan siswa yang memiliki nilai integritas, etos kerja, dan semangat gotong royong pada diri siswa.
Kegiatan Wajib:

  1. Kegiatan penanaman dan penumbuhan akhlak dan karakter;
  2. Pengenalan budaya dan tata tertib sekolah;
  3. Pemilihan tema kegiatan pengenalan lingkungan sekolah yang sesuai dengan nilai-nilai positif.
Kegiatan Pilihan:

  1. Beribadah keagamaan bersama, pengenalan pendidikan anti korupsi, cinta lingkungan hidup, dan cinta tanah air.
  2. Kegiatan kebanggaan terhadap keanekaragaman dan kebhinekaan, antara lain pengenalan suku dan agama, penggunaan pakaian adat di sekolah.
  3. Kerja bakti membersihkan lingkungan sekolah dan pengenalan  tata cara membuang sampah sesuai dengan jenis sampah.
  4. Penggunaan sumber daya sekolah (air, listrik, telepon, dsb) secara  efisien .
  5. Mengajarkan simulasi antri melalui baris sebelum masuk kelas, dan pada saat bergantian memakai fasilitas sekolah.
  6. Kegiatan pendidikan bahaya pornografi, narkotika psikotropika, dan zat adiktif lainnya antara lain bahaya merokok.
  7. Kegiatan pengenalan dan keselamatan berlalu lintas.
Sekolah dapat memilih salah satu atau lebih materi kegiatan  pilihan  pengenalan lingkungan  atau melakukan kegiatan pilihan lainnya yang disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik lingkungan sekolah.

Sekolah melakukan pendataan tentang keadaan diri dan  sosial  siswa  melalui  formulir pengenalan lingkungan sekolah bagi siswa baru yang diisi oleh orang tua/wali siswa yang minimal memuat:
  1. profil siswa yang terdiri dari identitas siswa, riwayat kesehatan, potensi/bakat siswa, serta sifat/perilaku siswa; dan
  2. profil orangtua/wali.
Contoh formulir pengenalan lingkungan sekolah bagi siswa baru tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri.

CONTOH FORMULIR PENGENALAN LINGKUNGAN SEKOLAH BAGI SISWA BARU





Pengenalan lingkungan sekolah bagi siswa baru dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari pada minggu pertama awal tahun pelajaran. Pengenalan  lingkungan sekolah  dilaksanakan hanya pada hari sekolah dan jam pelajaran. Pengecualian terhadap jangka waktu pelaksanaan dapat diberikan kepada sekolah berasrama dengan terlebih dahulu melaporkan  kepada  dinas  pendidikan provinsi/kabupaten/kota  sesuai  dengan kewenangannya disertai dengan rincian kegiatan pengenalan lingkungan sekolah.

Kepala  sekolah  bertanggung  jawab  penuh  atas perencanaan,  pelaksanaan,  dan evaluasi  dalam pengenalan lingkungan sekolah. Perencanaan kegiatan pengenalan lingkungan sekolah disampaikan oleh sekolah kepada orang tua/wali pada saat lapor diri sebagai siswa baru. Pengenalan lingkungan sekolah wajib berisi kegiatan yang bermanfaat, bersifat edukatif, kreatif, dan menyenangkan. Evaluasi atas pelaksanaan pengenalan lingkungan sekolah wajib disampaikan kepada orang tua/wali baik secara tertulis maupun melalui pertemuan paling lama  7  (tujuh)  hari  kerja  setelah pengenalan lingkungan sekolah berakhir.

Pengenalan lingkungan sekolah dilakukan dengan memperhatikan hal sebagai berikut:
  1. perencanaan  dan  penyelenggaraan  kegiatan hanya menjadi hak guru;
  2. dilarang melibatkan siswa senior (kakak kelas) dan/atau alumni sebagai penyelenggara;
  3. dilakukan di lingkungan sekolah kecuali sekolah tidak memiliki fasilitas yang memadai;
  4. dilarang melakukan pungutan biaya maupun bentuk pungutan lainnya.
  5. wajib melakukan kegiatan yang bersifat edukatif;
  6. dilarang  bersifat  perpeloncoan  atau  tindak kekerasan lainnya;
  7. wajib menggunakan seragam dan atribut resmi dari sekolah;
  8. dilarang memberikan tugas kepada siswa baru berupa kegiatan maupun penggunaan atribut yang tidak relevan dengan aktivitas pembelajaran siswa;
  9. dapat melibatkan tenaga kependidikan yang relevan dengan materi kegiatan pengenalan lingkungan sekolah; dan
Contoh dari kegiatan dan atribut yang tidak relevan dengan aktivitas pembelajaran siswa dan dilarang digunakan dalam pelaksanaan pengenalan lingkungan sekolah tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri.

CONTOH KEGIATAN DAN ATRIBUT YANG DILARANG DALAM PELAKSANAAN PENGENALAN LINGKUNGAN SEKOLAH

Contoh Atribut Yang Dilarang Dalam Pelaksanaan Pengenalan Lingkungan Sekolah
  1. Tas karung, tas belanja plastik, dan sejenisnya.
  2. Kaos kaki berwarna-warni tidak simetris, dan sejenisnya.
  3. Aksesoris di kepala yang tidak wajar.
  4. Alas kaki yang tidak wajar.
  5. Papan nama yang berbentuk rumit dan  menyulitkan  dalam pembuatannya dan/atau berisi konten yang tidak bermanfaat.
  6. Atribut lainnya yang tidak relevan dengan aktivitas pembelajaran.
Contoh Aktivitas Yang Dilarang Dalam Pelaksanaan Pengenalan Lingkungan Sekolah
  1. Memberikan tugas kepada siswa baru yang wajib membawa suatu produk dengan merk tertentu.
  2. Menghitung sesuatu yang tidak bermanfaat  (menghitung  nasi, gula, semut, dsb).
  3. Memakan dan meminum makanan dan minuman sisa yang bukan milik masing-masing siswa baru.
  4. Memberikan hukuman kepada siswa  baru  yang  tidak mendidik seperti menyiramkan air  serta  hukuman  yang bersifat fisik dan/atau mengarah pada tindak kekerasan.
  5. Memberikan  tugas  yang  tidak masuk  akal  seperti  berbicara dengan hewan atau tumbuhan serta  membawa  barang  yang sudah tidak diproduksi kembali.
  6. Aktivitas  lainnya  yang  tidak relevan  dengan  aktivitas pembelajaran.

Penyelenggaraan  kegiatan  pengenalan  lingkungan sekolah oleh guru,  pada  sekolah menengah pertama,  sekolah menengah atas, dan sekolah menengah kejuruan, dapat dibantu  oleh  siswa apabila terdapat keterbatasan jumlah guru dan/atau untuk efektivitas dan efisiensi pelaksanaan pengenalan lingkungan sekolah dengan syarat sebagai berikut:
  1. siswa merupakan pengurus Organisasi Siswa Intra  Sekolah  (OSIS)  dan/atau  Majelis Perwakilan Kelas (MPK) dengan jumlah paling banyak  2  (dua)  orang  per rombongan belajar/kelas; dan
  2. siswa tidak memiliki kecenderungan sifat-sifat buruk dan/atau riwayat sebagai pelaku tindak kekerasan.
Dalam hal sekolah belum memiliki pengurus OSIS dan/atau MPK, sekolah dapat dibantu oleh siswa dengan syarat sebagai berikut:
  1. siswa  tidak  memiliki  kecenderungan  sifat buruk dan riwayat sebagai pelaku tindak kekerasan; dan
  2. memiliki prestasi akademik dan nonakademik yang baik dibuktikan dengan nilai rapor dan penghargaan  nonakademik  atau  memiliki kemampuan  manajerial  dan kepemimpinan yang dibuktikan dengan keikutsertaan dalam berbagai kegiatan positif di dalam dan di luar sekolah.
Dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya wajib mengawasi kegiatan pengenalan lingkungan sekolah. Apabila dalam pelaksanaan pengenalan lingkungan sekolah  terjadi pelanggaran,  dinas  pendidikan provinsi/kabupaten/kota  sesuai  kewenangannya wajib menghentikan  kegiatan pengenalan lingkungan sekolah.

Pemberian  sanksi  atas  pelanggaran  terhadap Peraturan Menteri ini adalah sebagai berikut:
a.  sekolah memberikan sanksi kepada siswa dalam rangka pembinaan berupa:
  1. teguran tertulis; dan
  2. tindakan lain yang bersifat edukatif.
b.  kepala  dinas  pendidikan provinsi/kabupaten/kota atau pengurus yayasan sesuai kewenangannya memberikan  sanksi kepada  kepala/wakil  kepala  sekolah/guru berupa:
  1. teguran tertulis;
  2. penundaan atau pengurangan hak;
  3. pembebasan tugas; dan/atau
  4. pemberhentian sementara/tetap dari jabatan.
c.  kepala  dinas  pendidikan provinsi/kabupaten/kota sesuai kewenangannya memberikan sanksi kepada sekolah berupa:
  1. pemberhentian bantuan dari pemerintah daerah; dan/atau
  2. penutupan sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat.
d.  Menteri atau pejabat yang ditunjuk memberikan sanksi kepada sekolah berupa:
  1. rekomendasi penurunan level akreditasi;
  2. pemberhentian bantuan dari pemerintah; dan/atau
  3. rekomendasi  kepada  pemerintah  daerah untuk melakukan langkah-langkah tegas berupa penggabungan,  relokasi,  atau penutupan sekolah dalam hal terjadinya pelanggaran yang berulang.
Apabila  terjadi  perpeloncoan  maupun  kekerasan lainnya dalam pengenalan lingkungan sekolah maka pemberian sanksi mengacu kepada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan pada Satuan Pendidikan dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Pemberian sanksi dilakukan  sesuai  dengan  peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jenis sanksi tidak menghapus jenis sanksi lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Sekolah wajib meminta izin secara tertulis dan mendapatkan izin secara tertulis dari orangtua/wali calon peserta kegiatan pengenalan anggota baru ekstrakurikuler. Sekolah wajib  menyertakan  rincian kegiatan pengenalan anggota baru ekstrakurikuler pada saat meminta izin secara tertulis kepada orangtua/wali.  Sekolah wajib menugaskan paling sedikit 2 (dua) orang guru untuk mendampingi kegiatan pengenalan anggota baru ekstrakurikuler.
Apabila terdapat potensi risiko bagi siswa baru dalam pengenalan  anggota  baru  pada kegiatan ekstrakurikuler, sekolah wajib membuat pemetaan dan penanganan risiko serta memberitahukan kepada orangtua/wali untuk mendapat persetujuan.
Ketentuan sanksi berlaku juga untuk pengenalan anggota baru pada kegiatan ekstrakurikuler  bagi siswa  baru  yang bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.

Siswa,  orangtua/wali,  dan  masyarakat  dapat melaporkan  dugaan  pelanggaran  atas Peraturan Menteri ini kepada Dinas Pendidikan setempat atau Kementerian melalui:
  1. laman http://sekolahaman.kemdikbud.go.id, 
  2. telepon ke 021-57903020, 021-5703303, 
  3. faksimile ke 021-5733125, 
  4. email  ke  laporkekerasan@kemdikbud.go.id  atau 
  5. layanan pesan singkat (SMS) ke 0811976929.
Sekolah tidak dapat menuntut secara hukum atau memberikan sanksi dalam bentuk apapun kepada siswa,  orangtua/wali,  dan  masyarakat  yang melaporkan pelanggaran kecuali laporan tersebut terbukti tidak benar.

Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 55 Tahun 2014 tentang Masa Orientasi Siswa Baru di Sekolah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

SUMBER RUJUKAN:
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENGENALAN LINGKUNGAN SEKOLAH BAGI SISWA BARU.

Sabtu, 14 Mei 2016

Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan


Pengertian

  • Tindak kekerasan adalah perilaku yang dilakukan secara fisik, psikis, seksual, dalam jaringan (daring), atau melalui buku ajar yang mencerminkan tindakan agresif dan penyerangan  yang  terjadi  di  lingkungan  satuan pendidikan dan mengakibatkan ketakutan, trauma, kerusakan  barang,  luka/cedera,  cacat,  dan  atau kematian.
  • Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada satuan pendidikan.
  • Satuan pendidikan adalah pendidikan anak usia dini dan satuan pendidikan formal pada pendidikan dasar, dan pendidikan  menengah  yang  diselenggarakan  oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.
  • Pencegahan adalah tindakan/cara/proses yang dilakukan agar seseorang atau sekelompok orang tidak melakukan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.
  • Penanggulangan adalah tindakan/cara/proses untuk menangani tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan secara sistemik dan komprehensif.
  • Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, konselor, pamong belajar, tutor, instruktur, fasilitator,  dan  sebutan  lain  yang  sesuai  dengan kekhususannya,  serta  berpartisipasi  dalam menyelenggarakan pendidikan.
  • Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
  • Masyarakat adalah kelompok warga yang memiliki kepedulian terhadap pencegahan tindak kekerasan yang dilakukan oleh peserta didik atau sekelompok peserta didik. 

Pencegahan  dan  penanggulangan  tindak  kekerasan  di lingkungan satuan pendidikan dimaksudkan untuk:
  1. terciptanya kondisi proses pembelajaran yang aman, nyaman, dan menyenangkan;
  2. terhindarnya semua warga sekolah dari unsur-unsur atau tindakan kekerasan; dan
  3. menumbuhkan kehidupan pergaulan yang harmonis dan kebersamaan antar peserta didik atau antara peserta didik dengan pendidik, tenaga kependidikan, dan orangtua serta masyarakat baik dalam satu satuan pendidikan maupun antar satuan pendidikan.
Pencegahan  dan  penanggulangan  tindak  kekerasan  di lingkungan satuan pendidikan bertujuan untuk:
  1. melindungi anak dari tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan maupun dalam kegiatan sekolah di luar lingkungan satuan pendidikan;
  2. mencegah anak melakukan tindakan kekerasan di  lingkungan satuan pendidikan maupun dalam kegiatan sekolah di luar lingkungan satuan pendidikan; dan
  3. mengatur mekanisme pencegahan, penanggulangan, dan sanksi terhadap tindakan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan yang melibatkan anak, baik sebagai korban maupun pelaku.
Sasaran dalam upaya pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan:
  1. peserta didik;
  2. pendidik;
  3. tenaga kependidikan;
  4. orang tua/wali;
  5. komite sekolah;
  6. masyarakat;
  7. pemerintah daerah; dan
  8. Pemerintah.

Tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan antara lain:
  1. pelecehan merupakan tindakan kekerasan secara fisik, psikis atau daring;
  2. perundungan  merupakan  tindakan  mengganggu, mengusik terus-menerus, atau menyusahkan;
  3. penganiayaan merupakan tindakan yang sewenang-wenang seperti penyiksaan dan penindasan;
  4. perkelahian merupakan tindakan dengan disertai adu kata-kata atau adu tenaga;
  5. perpeloncoan merupakan tindakan pengenalan dan penghayatan  situasi  lingkungan  baru  dengan mengendapkan (mengikis) tata pikiran yang dimiliki sebelumnya;
  6. pemerasan merupakan tindakan, perihal, cara, perbuatan memeras;
  7. pencabulan  merupakan  tindakan,  proses,  cara, perbuatan keji dan kotor, tidak senonoh, melanggar kesopanan dan kesusilaan;
  8. pemerkosaan merupakan tindakan, proses, perbuatan, cara menundukkan dengan kekerasan, memaksa dengan kekerasan, dan/atau menggagahi;
  9. tindak kekerasan atas dasar diskriminasi terhadap suku, agama, ras, dan/atau antargolongan (SARA) merupakan segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau  pemilihan  berdasarkan  pada  SARA  yang mengakibatkan  pencabutan  atau  pengurangan pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan atas hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan;
  10. tindak kekerasan lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pencegahan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan dilakukan oleh peserta didik, orangtua/wali peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, satuan pendidikan, komite sekolah, masyarakat, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi, dan Pemerintah sesuai dengan kewenangannya.

Tindakan pencegahan yang dilakukan oleh satuan pendidikan meliputi:
  1. menciptakan lingkungan satuan pendidikan yang bebas dari tindak kekerasan;
  2. membangun lingkungan satuan pendidikan yang aman, nyaman, dan menyenangkan, serta jauh dari tindak kekerasan antara lain dengan melakukan kegiatan-kegiatan dalam rangka pencegahan tindak kekerasan;
  3. wajib  menjamin  keamanan,  keselamatan  dan kenyamanan bagi peserta didik dalam pelaksanaan kegiatan/pembelajaran di sekolah maupun kegiatan sekolah di luar satuan pendidikan;
  4. wajib  segera  melaporkan  kepada  orangtua/wali termasuk mencari informasi awal apabila telah ada dugaan/gejala akan terjadinya tindak kekerasan yang melibatkan peserta didik baik sebagai korban maupun pelaku;
  5. wajib menyusun dan menerapkan Prosedur Operasi Standar (POS) pencegahan tindak kekerasan dengan mengacu  kepada  pedoman  yang  ditetapkan Kementerian;
  6. melakukan sosialisasi POS dalam upaya pencegahan tindak kekerasan kepada peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali, komite sekolah, dan masyarakat;
  7. menjalin kerjasama antara lain dengan lembaga psikologi,  organisasi  keagamaan,  dan  pakar pendidikan dalam rangka pencegahan; dan
  8. wajib membentuk tim pencegahan tindak kekerasan dengan keputusan kepala sekolah yang terdiri dari: 1) kepala sekolah; 2) perwakilan guru; 3) perwakilan siswa; dan 4) perwakilan orang tua/wali.
  9. wajib memasang papan layanan pengaduan tindak kekerasan pada serambi satuan pendidikan yang mudah diakses oleh peserta didik, orang tua/wali, guru/tenaga kependidikan, dan masyarakat yang paling sedikit memuat: 1) laman pengaduan http://sekolahaman.kemdikbud.go.id; 2) layanan pesan singkat ke 0811-976-929; 3) telepon ke 021-5790-3020 atau 021-570-3303; 4) faksimile ke 021-5733125; 5) email laporkekerasan@kemdikbud.go.id 6) nomor telepon kantor polisi terdekat; 7) nomor telepon kantor dinas pendidikan setempat; dan 8) nomor telepon sekolah.
Pembentukan dan tugas tim pencegahan tindak kekerasan dimaksud berdasarkan surat keputusan kepala sekolah sesuai dengan kondisi dan kebutuhan satuan pendidikan.

Tindakan pencegahan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya, meliputi:
  1. wajib membentuk gugus pencegahan tindak kekerasan dengan keputusan kepala daerah yang terdiri dari unsur: 1) pendidik; 2) tenaga kependidikan; 3) perwakilan komite sekolah; 4) organisasi profesi/lembaga psikolog; 5) pakar pendidikan; 6) perangkat pemerintah daerah setempat; dan 7) tokoh masyarakat/agama; yang dalam pelaksanaan tugasnya mengacu pada pedoman yang ditetapkan pada Kementerian serta dapat berkoordinasi dengan gugus atau tim sejenis yang memiliki tugas yang sama.
  2. fasilitasi dan dukungan kepada satuan pendidikan untuk melaksanakan pencegahan tindak kekerasan;
  3. bekerja  sama  dengan  aparat  keamanan  dalam sosialisasi pencegahan tindak kekerasan;
  4. melakukan sosialisasi, pemantauan (pengawasan dan evaluasi) paling sedikit setiap 6 (enam) bulan sekali terhadap pelaksanaan pencegahan tindak kekerasan yang  dilakukan  oleh  satuan  pendidikan,  serta mengumumkan hasil pemantauan tersebut kepada masyarakat; dan
  5. wajib mengalokasikan anggaran dalam pelaksanaan tugas gugus pencegahan tindak kekerasan.

Tindakan pencegahan yang dilakukan oleh Pemerintah meliputi:
  1. penetapan kebijakan pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan pada satuan pendidikan;
  2. penetapan instrumen pencegahan tindak kekerasan pada satuan pendidikan sebagai indikator penilaian akreditasi pada satuan pendidikan;
  3. menetapkan pedoman pelaksanaan tugas gugus pencegahan tindak kekerasan yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah dan panduan penyusunan POS pencegahan pada satuan pendidikan;
  4. melakukan  pengawasan  dan  evaluasi  terhadap pelaksanaan  pencegahan  tindak  kekerasan  di lingkungan satuan pendidikan; dan
  5. koordinasi dengan instansi atau lembaga lain dalam upaya pencegahan tindak kekerasan.

Penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan dilakukan oleh satuan pendidikan, masyarakat, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah sesuai kewenangannya dengan mempertimbangkan:
  1. kepentingan terbaik bagi peserta didik;
  2. pertumbuhan dan perkembangan peserta didik;
  3. persamaan hak (tidak diskriminatif);
  4. pendapat peserta didik;
  5. tindakan yang bersifat edukatif dan rehabilitatif; dan
  6. perlindungan terhadap hak-hak anak dan hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Tindakan penanggulangan yang dilakukan oleh satuan pendidikan meliputi:
  1. wajib memberikan pertolongan terhadap korban tindakan kekerasan di satuan pendidikan;
  2. wajib melaporkan kepada orang tua/wali peserta didik setiap tindak kekerasan yang melibatkan peserta didik baik sebagai korban maupun pelaku;
  3. wajib melakukan identifikasi fakta kejadian tindak kekerasan dalam rangka penanggulangan tindak kekerasan peserta didik;
  4. menindaklanjuti kasus tersebut secara proporsional sesuai  dengan  tingkat  tindak  kekerasan  yang dilakukan;
  5. berkoordinasi dengan pihak/lembaga terkait dalam rangka penyelesaian tindak kekerasan;
  6. wajib menjamin hak peserta didik untuk tetap mendapatkan pendidikan;
  7. wajib memfasilitasi peserta didik, baik sebagai korban maupun  pelaku,  untuk  mendapatkan  hak perlindungan hukum;
  8. wajib memberikan rehabilitasi dan/atau fasilitasi kepada peserta didik yang mengalami tindakan kekerasan;
  9. wajib melaporkan kepada Dinas Pendidikan setempat dengan segera apabila terjadi tindak kekerasan yang mengakibatkan luka fisik yang cukup berat/cacat fisik/kematian untuk dibentuknya tim independen oleh Pemerintah Daerah; dan
  10. wajib melaporkan kepada aparat penegak hukum setempat apabila terjadi tindak kekerasan yang mengakibatkan luka fisik yang cukup berat/cacat fisik/kematian.
Tindakan  penanggulangan  yang  dilakukan  oleh Pemerintah  Daerah  sesuai  dengan  kewenangannya meliputi:
  1. wajib  membentuk  tim  penanggulangan  untuk melakukan tindakan awal penanggulangan tindak kekerasan yang dilaporkan oleh satuan pendidikan atau pihak lain yang mengakibatkan luka fisik yang cukup berat/cacat fisik/kematian guna membuktikan adanya kelalaian atau tindakan pembiaran, termasuk berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti  sesuai  ketentuan  perundang-undangan;
  2. wajib  melakukan  pemantauan  terhadap  upaya penanggulangan tindak kekerasan yang dilakukan oleh satuan pendidikan agar dapat berjalan secara proporsional dan berkeadilan;
  3. wajib memfasilitasi satuan pendidikan dalam upaya melakukan penanggulangan tindakan kekerasan; dan
  4. wajib menjamin terlaksananya pemberian hak peserta didik untuk mendapatkan perlindungan hukum, hak pendidikan, dan pemulihan yang dilakukan oleh satuan pendidikan.

Tindakan  penanggulangan  yang  dilakukan  oleh Pemerintah meliputi:
  1. wajib  membentuk  tim  penanggulangan  tindak kekerasan yang bersifat independen terhadap kasus yang menimbulkan luka berat/cacat fisik/kematian atau yang menarik perhatian masyarakat.
  2. wajib melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan penanggulangan tindakan kekerasan yang  dilakukan  oleh  satuan  pendidikan  dan pemerintah daerah; dan
  3. wajib memastikan satuan pendidikan menindaklanjuti hasil pengawasan dan evaluasi terhadap tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.

Satuan pendidikan memberikan sanksi kepada peserta didik dalam rangka pembinaan berupa:
  1. teguran lisan;
  2. teguran tertulis; dan
  3. tindakan lain yang bersifat edukatif.
Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat memberikan sanksi kepada pendidik atau tenaga kependidikan yang diangkat oleh satuan pendidikan atau pihak lain yang bekerja di satuan pendidikan berupa:
  1. teguran lisan;
  2. teguran tertulis;
  3. pengurangan hak; dan
  4. pemberhentian sementara/tetap dari jabatan sebagai pendidik/tenaga  kependidikan  atau pemutusan/pemberhentian hubungan kerja.
Dinas kabupaten/kota, provinsi memberikan sanksi kepada pendidik dan tenaga kependidikan berupa:
  1. teguran lisan;
  2. teguran tertulis;
  3. penundaan atau pengurangan hak;
  4. pembebasan tugas; dan
  5. pemberhentian sementara/tetap dari jabatan sebagai pendidik/tenaga kependidikan.
Dinas kabupaten/kota, provinsi memberikan sanksi kepada satuan pendidikan berupa:
  1. pemberhentian bantuan dari Pemerintah Daerah;
  2. penggabungan  satuan  pendidikan  yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; dan
  3. penutupan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Kementerian memberikan sanksi berupa:
  1. rekomendasi penurunan level akreditasi;
  2. pemberhentian terhadap bantuan dari pemerintah;
  3. rekomendasi pemberhentian pendidik atau tenaga kependidikan kepada Pemerintah Daerah atau satuan pendidikan; dan
  4. rekomendasi  kepada  Pemerintah  Daerah  untuk melakukan  langkah-langkah  tegas  berupa penggabungan, relokasi, atau penutupan satuan pendidikan dalam hal terjadinya tindak kekerasan yang berulang.
Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud di atas dikenakan bagi:
  1. satuan pendidikan, pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik atau pihak lain yang terbukti melakukan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan atau terbukti lalai melaksanakan tugas dan fungsinya yang mengakibatkan terjadinya tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.
  2. satuan  pendidikan  yang  tidak  melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (1); atau
  3. Pemerintah  daerah  yang  tidak  melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (2).
Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud di atas dilakukan secara proporsional dan berkeadilan sesuai tingkat dan/atau akibat tindak kekerasan berdasarkan hasil pemeriksaan oleh tim penanggulangan tindak kekerasan/hasil pemantauan  pemerintah daerah/Pemerintah.

Pemberian  sanksi  pemberhentian  dari  jabatan bagi guru atau kepala sekolah dilakukan apabila terbukti lalai atau melakukan pembiaran  terjadinya  tindak  kekerasan  yang mengakibatkan luka fisik yang cukup berat/cacat fisik/kematian atau sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dalam masa jabatannya yang mengakibatkan yang mengakibatkan luka fisik yang ringan, berdasarkan hasil pemeriksaan oleh tim independen.

Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud di atas tidak menghapus pemberian sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Tim penanggulangan bersifat ad hoc dan independen yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
Pembentukan  tim  penanggulangan  dengan keanggotaan yang terdiri atas unsur tokoh masyarakat, pemerhati pendidikan, dan/atau psikolog.
Untuk  menjaga  independensi  tim  penanggulangan, maka keanggotaannya dapat berasal dari luar daerah.
Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya wajib mengalokasikan anggaran dalam pelaksanaan tugas tim penanggulangan.

Satuan pendidikan tidak dapat menuntut secara hukum atau memberikan sanksi dalam bentuk apapun kepada pelapor tindak kekerasan, kecuali laporan tersebut tidak benar  berdasarkan  hasil  penilaian  oleh  gugus pencegahan/tim penanggulangan.

Kementerian  menyediakan  layanan  pengaduan masyarakat  melalui :
  • laman  pengaduan http://sekolahaman.kemdikbud.go.id
  • telepon ke 021-57903020, 021-5703303, 
  • faksimile ke 021-5733125, 
  • email ke laporkekerasan@kemdikbud.go.id, 
  • atau layanan pesan singkat ke 0811976929.
Kementerian menyediakan informasi mengenai tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan yang dapat di akses  oleh  masyarakat  melalui  laman http://sekolahaman.kemdikbud.go.id.

Upaya pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan dalam Peraturan Menteri ini juga berlaku terhadap tindak kekerasan yang dilakukan terhadap peserta didik di luar lingkungan satuan pendidikan.

Sumber Rujukan:
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TINDAK KEKERASAN DI LINGKUNGAN SATUAN PENDIDIKAN