Pengajaran salah satu bagian dari Pendidikan

Pengajaran adalah pendidikan dengan cara memberi ilmu atau berfaedah buat hidup anak-anak, baik lahir maupun batin.

Pendidikan adalah tempat bersemainya benih-benih kebudayaan

Segala unsur peradaban dan kebudayaan dapat tumbuh dengan sebaik-baiknya.

Pendidikan hanya suatu tuntunan

Hidup tumbuhnya anak itu terletak di luar kecakapan atau kehendak pendidik.

Beschaving is zelfbeheersching

Adab itu berarti dapat menguasai diri.

Permainan anak adalah pendidikan

Pelajaran paca indra dan permainan anak itu tidak dipisah, yaitu dianggap satu.

Rabu, 13 Juli 2016

Pengenalan Lingkungan Sekolah Bagi Siswa Baru


Pengenalan  lingkungan  sekolah  adalah  kegiatan pertama masuk Sekolah untuk pengenalan program, sarana  dan  prasarana  sekolah,  cara  belajar, penanaman konsep pengenalan diri, dan pembinaan awal kultur Sekolah.

Pada  awal  tahun  pelajaran,  perlu  dilakukan pengenalan lingkungan sekolah bagi siswa baru. Pengenalan  lingkungan  sekolah bertujuan untuk:
  1. mengenali potensi diri siswa baru;
  2. membantu  siswa  baru  beradaptasi  dengan lingkungan sekolah dan sekitarnya, antara lain terhadap aspek keamanan, fasilitas umum, dan sarana prasarana sekolah;
  3. menumbuhkan motivasi, semangat, dan cara belajar efektif sebagai siswa baru;
  4. mengembangkan interaksi positif antarsiswa dan warga sekolah lainnya;
  5. menumbuhkan  perilaku  positif  antara  lain kejujuran, kemandirian, sikap saling menghargai, menghormati keanekaragaman dan persatuan, kedisplinan, hidup bersih dan sehat untuk mewujudkan siswa yang memiliki nilai integritas, etos kerja, dan semangat gotong royong.

Pengenalan lingkungan sekolah meliputi:
a.  kegiatan wajib; dan
b.  kegiatan pilihan.

Kegiatan wajib dan kegiatan pilihan dilakukan sesuai dengan Silabus Pengenalan Lingkungan Sekolah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri.
SILABUS PENGENALAN LINGKUNGAN SEKOLAH BAGI SISWA BARU
Tujuan:
1. Mengenali potensi diri siswa baru
Kegiatan Wajib:
  1. Pengisian formulir siswa baru oleh orang tua/wali;
  2. Kegiatan pengenalan siswa (khusus SD, siswa dapat dikenalkan oleh orang tua).
Kegiatan Pilihan:
  1. Diskusi konseling.
  2. Mengenalkan kegiatan ekstra kurikuler yang ada di sekolah.
  3. Melibatkan siswa secara aktif dalam setiap diskusi.
Tujuan:
2. Membantu siswa baru beradaptasi dengan lingkungan sekolah dan sekitarnya, antara lain terhadap aspek keamanan, fasilitas umum, dan sarana prasarana sekolah 
Kegiatan Wajib:
  1. Kegiatan pengenalan warga sekolah;
  2. Kegiatan pengenalan visi-misi, program, kegiatan, cara belajar, dan tata tertib sekolah;
  3. Kegiatan pengenalan fasilitas sarana dan prasarana sekolah dengan memegang prinsip persamaan hak seluruh siswa;
  4. Pengenalan stakeholders sekolah lainnya.
Kegiatan Pilihan:

  1. Pengenalan tata cara dan etika makan, tata cara penggunaan fasilitas toilet, dan tata cara berpakaian/sepatu.
  2. Mengajak siswa berkeliling ke seluruh area sekolah, sambil menjelaskan setiap fasilitas, sarana, dan prasarana yang terdapat di sekolah serta kegunaannya.
  3. Menginformasikan fasilitas-fasilitas umum di sekitar sekolah.
  4. Menginformasikan kewajiban pemeliharaan fasilitas dan sarana prasarana sekolah dan fasilitas-fasilitas umum.
  5. Kegiatan simulasi penanggulangan bencana.
  6. Menginformasikan daerah rawan di sekitar sekolah.
  7. Kegiatan pengenalan manfaat dan dampak teknologi informasi, termasuk sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait.
Tujuan:
3. Menumbuhkan motivasi, semangat, dan cara belajar efektif sebagai siswa baru
Kegiatan Wajib:

  1. Simulasi penyelesaian suatu masalah untuk menumbuhkan motivasi dan semangat belajar siswa;
  2. Kegiatan pengenalan etika komunikasi, termasuk tata cara menyapa/berbicara menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Kegiatan Pilihan:

  1. Pengenalan metode pembelajaran dalam bentuk quantum learning (speed reading, easy writing, mind mapping, super memory system).
  2. Mendatangkan narasumber dari berbagai profesi untuk berbagi pengalaman.
  3. Kegiatan pengenalan kewirausahaan.
  4. Kegiatan pengenalan institusi pasangan pada sekolah kejuruan.
Tujuan:
4. Mengembangkan interaksi positif antarsiswa dan warga sekolah lainnya
Kegiatan Wajib:

  1. Pembiasaan salam, senyum, sapa, sopan, dan santun;
  2. Pengenalan etika pergaulan antar siswa serta antara siswa dengan guru dan tenaga kependidikan, termasuk kepada sikap simpati, empati, dan saling menghargai, serta sportif.
Kegiatan Pilihan:

  1. Kegiatan atraksi masing-masing kelas, antara lain perlombaan bidang kesenian, dan olahraga.
  2. Kegiatan yang menjalin keakraban antar siswa dengan warga sekolah antara lain dengan permainan atau diskusi kelompok.
Tujuan:
5. Menumbuhkan perilaku positif antara lain kejujuran, kemandirian, sikap saling menghargai, menghormati keanekaragaman dan persatuan, kedisplinan, hidup bersih dan sehat untuk mewujudkan siswa yang memiliki nilai integritas, etos kerja, dan semangat gotong royong pada diri siswa.
Kegiatan Wajib:

  1. Kegiatan penanaman dan penumbuhan akhlak dan karakter;
  2. Pengenalan budaya dan tata tertib sekolah;
  3. Pemilihan tema kegiatan pengenalan lingkungan sekolah yang sesuai dengan nilai-nilai positif.
Kegiatan Pilihan:

  1. Beribadah keagamaan bersama, pengenalan pendidikan anti korupsi, cinta lingkungan hidup, dan cinta tanah air.
  2. Kegiatan kebanggaan terhadap keanekaragaman dan kebhinekaan, antara lain pengenalan suku dan agama, penggunaan pakaian adat di sekolah.
  3. Kerja bakti membersihkan lingkungan sekolah dan pengenalan  tata cara membuang sampah sesuai dengan jenis sampah.
  4. Penggunaan sumber daya sekolah (air, listrik, telepon, dsb) secara  efisien .
  5. Mengajarkan simulasi antri melalui baris sebelum masuk kelas, dan pada saat bergantian memakai fasilitas sekolah.
  6. Kegiatan pendidikan bahaya pornografi, narkotika psikotropika, dan zat adiktif lainnya antara lain bahaya merokok.
  7. Kegiatan pengenalan dan keselamatan berlalu lintas.
Sekolah dapat memilih salah satu atau lebih materi kegiatan  pilihan  pengenalan lingkungan  atau melakukan kegiatan pilihan lainnya yang disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik lingkungan sekolah.

Sekolah melakukan pendataan tentang keadaan diri dan  sosial  siswa  melalui  formulir pengenalan lingkungan sekolah bagi siswa baru yang diisi oleh orang tua/wali siswa yang minimal memuat:
  1. profil siswa yang terdiri dari identitas siswa, riwayat kesehatan, potensi/bakat siswa, serta sifat/perilaku siswa; dan
  2. profil orangtua/wali.
Contoh formulir pengenalan lingkungan sekolah bagi siswa baru tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri.

CONTOH FORMULIR PENGENALAN LINGKUNGAN SEKOLAH BAGI SISWA BARU





Pengenalan lingkungan sekolah bagi siswa baru dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari pada minggu pertama awal tahun pelajaran. Pengenalan  lingkungan sekolah  dilaksanakan hanya pada hari sekolah dan jam pelajaran. Pengecualian terhadap jangka waktu pelaksanaan dapat diberikan kepada sekolah berasrama dengan terlebih dahulu melaporkan  kepada  dinas  pendidikan provinsi/kabupaten/kota  sesuai  dengan kewenangannya disertai dengan rincian kegiatan pengenalan lingkungan sekolah.

Kepala  sekolah  bertanggung  jawab  penuh  atas perencanaan,  pelaksanaan,  dan evaluasi  dalam pengenalan lingkungan sekolah. Perencanaan kegiatan pengenalan lingkungan sekolah disampaikan oleh sekolah kepada orang tua/wali pada saat lapor diri sebagai siswa baru. Pengenalan lingkungan sekolah wajib berisi kegiatan yang bermanfaat, bersifat edukatif, kreatif, dan menyenangkan. Evaluasi atas pelaksanaan pengenalan lingkungan sekolah wajib disampaikan kepada orang tua/wali baik secara tertulis maupun melalui pertemuan paling lama  7  (tujuh)  hari  kerja  setelah pengenalan lingkungan sekolah berakhir.

Pengenalan lingkungan sekolah dilakukan dengan memperhatikan hal sebagai berikut:
  1. perencanaan  dan  penyelenggaraan  kegiatan hanya menjadi hak guru;
  2. dilarang melibatkan siswa senior (kakak kelas) dan/atau alumni sebagai penyelenggara;
  3. dilakukan di lingkungan sekolah kecuali sekolah tidak memiliki fasilitas yang memadai;
  4. dilarang melakukan pungutan biaya maupun bentuk pungutan lainnya.
  5. wajib melakukan kegiatan yang bersifat edukatif;
  6. dilarang  bersifat  perpeloncoan  atau  tindak kekerasan lainnya;
  7. wajib menggunakan seragam dan atribut resmi dari sekolah;
  8. dilarang memberikan tugas kepada siswa baru berupa kegiatan maupun penggunaan atribut yang tidak relevan dengan aktivitas pembelajaran siswa;
  9. dapat melibatkan tenaga kependidikan yang relevan dengan materi kegiatan pengenalan lingkungan sekolah; dan
Contoh dari kegiatan dan atribut yang tidak relevan dengan aktivitas pembelajaran siswa dan dilarang digunakan dalam pelaksanaan pengenalan lingkungan sekolah tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri.

CONTOH KEGIATAN DAN ATRIBUT YANG DILARANG DALAM PELAKSANAAN PENGENALAN LINGKUNGAN SEKOLAH

Contoh Atribut Yang Dilarang Dalam Pelaksanaan Pengenalan Lingkungan Sekolah
  1. Tas karung, tas belanja plastik, dan sejenisnya.
  2. Kaos kaki berwarna-warni tidak simetris, dan sejenisnya.
  3. Aksesoris di kepala yang tidak wajar.
  4. Alas kaki yang tidak wajar.
  5. Papan nama yang berbentuk rumit dan  menyulitkan  dalam pembuatannya dan/atau berisi konten yang tidak bermanfaat.
  6. Atribut lainnya yang tidak relevan dengan aktivitas pembelajaran.
Contoh Aktivitas Yang Dilarang Dalam Pelaksanaan Pengenalan Lingkungan Sekolah
  1. Memberikan tugas kepada siswa baru yang wajib membawa suatu produk dengan merk tertentu.
  2. Menghitung sesuatu yang tidak bermanfaat  (menghitung  nasi, gula, semut, dsb).
  3. Memakan dan meminum makanan dan minuman sisa yang bukan milik masing-masing siswa baru.
  4. Memberikan hukuman kepada siswa  baru  yang  tidak mendidik seperti menyiramkan air  serta  hukuman  yang bersifat fisik dan/atau mengarah pada tindak kekerasan.
  5. Memberikan  tugas  yang  tidak masuk  akal  seperti  berbicara dengan hewan atau tumbuhan serta  membawa  barang  yang sudah tidak diproduksi kembali.
  6. Aktivitas  lainnya  yang  tidak relevan  dengan  aktivitas pembelajaran.

Penyelenggaraan  kegiatan  pengenalan  lingkungan sekolah oleh guru,  pada  sekolah menengah pertama,  sekolah menengah atas, dan sekolah menengah kejuruan, dapat dibantu  oleh  siswa apabila terdapat keterbatasan jumlah guru dan/atau untuk efektivitas dan efisiensi pelaksanaan pengenalan lingkungan sekolah dengan syarat sebagai berikut:
  1. siswa merupakan pengurus Organisasi Siswa Intra  Sekolah  (OSIS)  dan/atau  Majelis Perwakilan Kelas (MPK) dengan jumlah paling banyak  2  (dua)  orang  per rombongan belajar/kelas; dan
  2. siswa tidak memiliki kecenderungan sifat-sifat buruk dan/atau riwayat sebagai pelaku tindak kekerasan.
Dalam hal sekolah belum memiliki pengurus OSIS dan/atau MPK, sekolah dapat dibantu oleh siswa dengan syarat sebagai berikut:
  1. siswa  tidak  memiliki  kecenderungan  sifat buruk dan riwayat sebagai pelaku tindak kekerasan; dan
  2. memiliki prestasi akademik dan nonakademik yang baik dibuktikan dengan nilai rapor dan penghargaan  nonakademik  atau  memiliki kemampuan  manajerial  dan kepemimpinan yang dibuktikan dengan keikutsertaan dalam berbagai kegiatan positif di dalam dan di luar sekolah.
Dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya wajib mengawasi kegiatan pengenalan lingkungan sekolah. Apabila dalam pelaksanaan pengenalan lingkungan sekolah  terjadi pelanggaran,  dinas  pendidikan provinsi/kabupaten/kota  sesuai  kewenangannya wajib menghentikan  kegiatan pengenalan lingkungan sekolah.

Pemberian  sanksi  atas  pelanggaran  terhadap Peraturan Menteri ini adalah sebagai berikut:
a.  sekolah memberikan sanksi kepada siswa dalam rangka pembinaan berupa:
  1. teguran tertulis; dan
  2. tindakan lain yang bersifat edukatif.
b.  kepala  dinas  pendidikan provinsi/kabupaten/kota atau pengurus yayasan sesuai kewenangannya memberikan  sanksi kepada  kepala/wakil  kepala  sekolah/guru berupa:
  1. teguran tertulis;
  2. penundaan atau pengurangan hak;
  3. pembebasan tugas; dan/atau
  4. pemberhentian sementara/tetap dari jabatan.
c.  kepala  dinas  pendidikan provinsi/kabupaten/kota sesuai kewenangannya memberikan sanksi kepada sekolah berupa:
  1. pemberhentian bantuan dari pemerintah daerah; dan/atau
  2. penutupan sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat.
d.  Menteri atau pejabat yang ditunjuk memberikan sanksi kepada sekolah berupa:
  1. rekomendasi penurunan level akreditasi;
  2. pemberhentian bantuan dari pemerintah; dan/atau
  3. rekomendasi  kepada  pemerintah  daerah untuk melakukan langkah-langkah tegas berupa penggabungan,  relokasi,  atau penutupan sekolah dalam hal terjadinya pelanggaran yang berulang.
Apabila  terjadi  perpeloncoan  maupun  kekerasan lainnya dalam pengenalan lingkungan sekolah maka pemberian sanksi mengacu kepada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan pada Satuan Pendidikan dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Pemberian sanksi dilakukan  sesuai  dengan  peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jenis sanksi tidak menghapus jenis sanksi lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Sekolah wajib meminta izin secara tertulis dan mendapatkan izin secara tertulis dari orangtua/wali calon peserta kegiatan pengenalan anggota baru ekstrakurikuler. Sekolah wajib  menyertakan  rincian kegiatan pengenalan anggota baru ekstrakurikuler pada saat meminta izin secara tertulis kepada orangtua/wali.  Sekolah wajib menugaskan paling sedikit 2 (dua) orang guru untuk mendampingi kegiatan pengenalan anggota baru ekstrakurikuler.
Apabila terdapat potensi risiko bagi siswa baru dalam pengenalan  anggota  baru  pada kegiatan ekstrakurikuler, sekolah wajib membuat pemetaan dan penanganan risiko serta memberitahukan kepada orangtua/wali untuk mendapat persetujuan.
Ketentuan sanksi berlaku juga untuk pengenalan anggota baru pada kegiatan ekstrakurikuler  bagi siswa  baru  yang bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.

Siswa,  orangtua/wali,  dan  masyarakat  dapat melaporkan  dugaan  pelanggaran  atas Peraturan Menteri ini kepada Dinas Pendidikan setempat atau Kementerian melalui:
  1. laman http://sekolahaman.kemdikbud.go.id, 
  2. telepon ke 021-57903020, 021-5703303, 
  3. faksimile ke 021-5733125, 
  4. email  ke  laporkekerasan@kemdikbud.go.id  atau 
  5. layanan pesan singkat (SMS) ke 0811976929.
Sekolah tidak dapat menuntut secara hukum atau memberikan sanksi dalam bentuk apapun kepada siswa,  orangtua/wali,  dan  masyarakat  yang melaporkan pelanggaran kecuali laporan tersebut terbukti tidak benar.

Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 55 Tahun 2014 tentang Masa Orientasi Siswa Baru di Sekolah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

SUMBER RUJUKAN:
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENGENALAN LINGKUNGAN SEKOLAH BAGI SISWA BARU.

Sabtu, 14 Mei 2016

Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan


Pengertian

  • Tindak kekerasan adalah perilaku yang dilakukan secara fisik, psikis, seksual, dalam jaringan (daring), atau melalui buku ajar yang mencerminkan tindakan agresif dan penyerangan  yang  terjadi  di  lingkungan  satuan pendidikan dan mengakibatkan ketakutan, trauma, kerusakan  barang,  luka/cedera,  cacat,  dan  atau kematian.
  • Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada satuan pendidikan.
  • Satuan pendidikan adalah pendidikan anak usia dini dan satuan pendidikan formal pada pendidikan dasar, dan pendidikan  menengah  yang  diselenggarakan  oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.
  • Pencegahan adalah tindakan/cara/proses yang dilakukan agar seseorang atau sekelompok orang tidak melakukan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.
  • Penanggulangan adalah tindakan/cara/proses untuk menangani tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan secara sistemik dan komprehensif.
  • Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, konselor, pamong belajar, tutor, instruktur, fasilitator,  dan  sebutan  lain  yang  sesuai  dengan kekhususannya,  serta  berpartisipasi  dalam menyelenggarakan pendidikan.
  • Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
  • Masyarakat adalah kelompok warga yang memiliki kepedulian terhadap pencegahan tindak kekerasan yang dilakukan oleh peserta didik atau sekelompok peserta didik. 

Pencegahan  dan  penanggulangan  tindak  kekerasan  di lingkungan satuan pendidikan dimaksudkan untuk:
  1. terciptanya kondisi proses pembelajaran yang aman, nyaman, dan menyenangkan;
  2. terhindarnya semua warga sekolah dari unsur-unsur atau tindakan kekerasan; dan
  3. menumbuhkan kehidupan pergaulan yang harmonis dan kebersamaan antar peserta didik atau antara peserta didik dengan pendidik, tenaga kependidikan, dan orangtua serta masyarakat baik dalam satu satuan pendidikan maupun antar satuan pendidikan.
Pencegahan  dan  penanggulangan  tindak  kekerasan  di lingkungan satuan pendidikan bertujuan untuk:
  1. melindungi anak dari tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan maupun dalam kegiatan sekolah di luar lingkungan satuan pendidikan;
  2. mencegah anak melakukan tindakan kekerasan di  lingkungan satuan pendidikan maupun dalam kegiatan sekolah di luar lingkungan satuan pendidikan; dan
  3. mengatur mekanisme pencegahan, penanggulangan, dan sanksi terhadap tindakan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan yang melibatkan anak, baik sebagai korban maupun pelaku.
Sasaran dalam upaya pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan:
  1. peserta didik;
  2. pendidik;
  3. tenaga kependidikan;
  4. orang tua/wali;
  5. komite sekolah;
  6. masyarakat;
  7. pemerintah daerah; dan
  8. Pemerintah.

Tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan antara lain:
  1. pelecehan merupakan tindakan kekerasan secara fisik, psikis atau daring;
  2. perundungan  merupakan  tindakan  mengganggu, mengusik terus-menerus, atau menyusahkan;
  3. penganiayaan merupakan tindakan yang sewenang-wenang seperti penyiksaan dan penindasan;
  4. perkelahian merupakan tindakan dengan disertai adu kata-kata atau adu tenaga;
  5. perpeloncoan merupakan tindakan pengenalan dan penghayatan  situasi  lingkungan  baru  dengan mengendapkan (mengikis) tata pikiran yang dimiliki sebelumnya;
  6. pemerasan merupakan tindakan, perihal, cara, perbuatan memeras;
  7. pencabulan  merupakan  tindakan,  proses,  cara, perbuatan keji dan kotor, tidak senonoh, melanggar kesopanan dan kesusilaan;
  8. pemerkosaan merupakan tindakan, proses, perbuatan, cara menundukkan dengan kekerasan, memaksa dengan kekerasan, dan/atau menggagahi;
  9. tindak kekerasan atas dasar diskriminasi terhadap suku, agama, ras, dan/atau antargolongan (SARA) merupakan segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau  pemilihan  berdasarkan  pada  SARA  yang mengakibatkan  pencabutan  atau  pengurangan pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan atas hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan;
  10. tindak kekerasan lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pencegahan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan dilakukan oleh peserta didik, orangtua/wali peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, satuan pendidikan, komite sekolah, masyarakat, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi, dan Pemerintah sesuai dengan kewenangannya.

Tindakan pencegahan yang dilakukan oleh satuan pendidikan meliputi:
  1. menciptakan lingkungan satuan pendidikan yang bebas dari tindak kekerasan;
  2. membangun lingkungan satuan pendidikan yang aman, nyaman, dan menyenangkan, serta jauh dari tindak kekerasan antara lain dengan melakukan kegiatan-kegiatan dalam rangka pencegahan tindak kekerasan;
  3. wajib  menjamin  keamanan,  keselamatan  dan kenyamanan bagi peserta didik dalam pelaksanaan kegiatan/pembelajaran di sekolah maupun kegiatan sekolah di luar satuan pendidikan;
  4. wajib  segera  melaporkan  kepada  orangtua/wali termasuk mencari informasi awal apabila telah ada dugaan/gejala akan terjadinya tindak kekerasan yang melibatkan peserta didik baik sebagai korban maupun pelaku;
  5. wajib menyusun dan menerapkan Prosedur Operasi Standar (POS) pencegahan tindak kekerasan dengan mengacu  kepada  pedoman  yang  ditetapkan Kementerian;
  6. melakukan sosialisasi POS dalam upaya pencegahan tindak kekerasan kepada peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali, komite sekolah, dan masyarakat;
  7. menjalin kerjasama antara lain dengan lembaga psikologi,  organisasi  keagamaan,  dan  pakar pendidikan dalam rangka pencegahan; dan
  8. wajib membentuk tim pencegahan tindak kekerasan dengan keputusan kepala sekolah yang terdiri dari: 1) kepala sekolah; 2) perwakilan guru; 3) perwakilan siswa; dan 4) perwakilan orang tua/wali.
  9. wajib memasang papan layanan pengaduan tindak kekerasan pada serambi satuan pendidikan yang mudah diakses oleh peserta didik, orang tua/wali, guru/tenaga kependidikan, dan masyarakat yang paling sedikit memuat: 1) laman pengaduan http://sekolahaman.kemdikbud.go.id; 2) layanan pesan singkat ke 0811-976-929; 3) telepon ke 021-5790-3020 atau 021-570-3303; 4) faksimile ke 021-5733125; 5) email laporkekerasan@kemdikbud.go.id 6) nomor telepon kantor polisi terdekat; 7) nomor telepon kantor dinas pendidikan setempat; dan 8) nomor telepon sekolah.
Pembentukan dan tugas tim pencegahan tindak kekerasan dimaksud berdasarkan surat keputusan kepala sekolah sesuai dengan kondisi dan kebutuhan satuan pendidikan.

Tindakan pencegahan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya, meliputi:
  1. wajib membentuk gugus pencegahan tindak kekerasan dengan keputusan kepala daerah yang terdiri dari unsur: 1) pendidik; 2) tenaga kependidikan; 3) perwakilan komite sekolah; 4) organisasi profesi/lembaga psikolog; 5) pakar pendidikan; 6) perangkat pemerintah daerah setempat; dan 7) tokoh masyarakat/agama; yang dalam pelaksanaan tugasnya mengacu pada pedoman yang ditetapkan pada Kementerian serta dapat berkoordinasi dengan gugus atau tim sejenis yang memiliki tugas yang sama.
  2. fasilitasi dan dukungan kepada satuan pendidikan untuk melaksanakan pencegahan tindak kekerasan;
  3. bekerja  sama  dengan  aparat  keamanan  dalam sosialisasi pencegahan tindak kekerasan;
  4. melakukan sosialisasi, pemantauan (pengawasan dan evaluasi) paling sedikit setiap 6 (enam) bulan sekali terhadap pelaksanaan pencegahan tindak kekerasan yang  dilakukan  oleh  satuan  pendidikan,  serta mengumumkan hasil pemantauan tersebut kepada masyarakat; dan
  5. wajib mengalokasikan anggaran dalam pelaksanaan tugas gugus pencegahan tindak kekerasan.

Tindakan pencegahan yang dilakukan oleh Pemerintah meliputi:
  1. penetapan kebijakan pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan pada satuan pendidikan;
  2. penetapan instrumen pencegahan tindak kekerasan pada satuan pendidikan sebagai indikator penilaian akreditasi pada satuan pendidikan;
  3. menetapkan pedoman pelaksanaan tugas gugus pencegahan tindak kekerasan yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah dan panduan penyusunan POS pencegahan pada satuan pendidikan;
  4. melakukan  pengawasan  dan  evaluasi  terhadap pelaksanaan  pencegahan  tindak  kekerasan  di lingkungan satuan pendidikan; dan
  5. koordinasi dengan instansi atau lembaga lain dalam upaya pencegahan tindak kekerasan.

Penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan dilakukan oleh satuan pendidikan, masyarakat, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah sesuai kewenangannya dengan mempertimbangkan:
  1. kepentingan terbaik bagi peserta didik;
  2. pertumbuhan dan perkembangan peserta didik;
  3. persamaan hak (tidak diskriminatif);
  4. pendapat peserta didik;
  5. tindakan yang bersifat edukatif dan rehabilitatif; dan
  6. perlindungan terhadap hak-hak anak dan hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Tindakan penanggulangan yang dilakukan oleh satuan pendidikan meliputi:
  1. wajib memberikan pertolongan terhadap korban tindakan kekerasan di satuan pendidikan;
  2. wajib melaporkan kepada orang tua/wali peserta didik setiap tindak kekerasan yang melibatkan peserta didik baik sebagai korban maupun pelaku;
  3. wajib melakukan identifikasi fakta kejadian tindak kekerasan dalam rangka penanggulangan tindak kekerasan peserta didik;
  4. menindaklanjuti kasus tersebut secara proporsional sesuai  dengan  tingkat  tindak  kekerasan  yang dilakukan;
  5. berkoordinasi dengan pihak/lembaga terkait dalam rangka penyelesaian tindak kekerasan;
  6. wajib menjamin hak peserta didik untuk tetap mendapatkan pendidikan;
  7. wajib memfasilitasi peserta didik, baik sebagai korban maupun  pelaku,  untuk  mendapatkan  hak perlindungan hukum;
  8. wajib memberikan rehabilitasi dan/atau fasilitasi kepada peserta didik yang mengalami tindakan kekerasan;
  9. wajib melaporkan kepada Dinas Pendidikan setempat dengan segera apabila terjadi tindak kekerasan yang mengakibatkan luka fisik yang cukup berat/cacat fisik/kematian untuk dibentuknya tim independen oleh Pemerintah Daerah; dan
  10. wajib melaporkan kepada aparat penegak hukum setempat apabila terjadi tindak kekerasan yang mengakibatkan luka fisik yang cukup berat/cacat fisik/kematian.
Tindakan  penanggulangan  yang  dilakukan  oleh Pemerintah  Daerah  sesuai  dengan  kewenangannya meliputi:
  1. wajib  membentuk  tim  penanggulangan  untuk melakukan tindakan awal penanggulangan tindak kekerasan yang dilaporkan oleh satuan pendidikan atau pihak lain yang mengakibatkan luka fisik yang cukup berat/cacat fisik/kematian guna membuktikan adanya kelalaian atau tindakan pembiaran, termasuk berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti  sesuai  ketentuan  perundang-undangan;
  2. wajib  melakukan  pemantauan  terhadap  upaya penanggulangan tindak kekerasan yang dilakukan oleh satuan pendidikan agar dapat berjalan secara proporsional dan berkeadilan;
  3. wajib memfasilitasi satuan pendidikan dalam upaya melakukan penanggulangan tindakan kekerasan; dan
  4. wajib menjamin terlaksananya pemberian hak peserta didik untuk mendapatkan perlindungan hukum, hak pendidikan, dan pemulihan yang dilakukan oleh satuan pendidikan.

Tindakan  penanggulangan  yang  dilakukan  oleh Pemerintah meliputi:
  1. wajib  membentuk  tim  penanggulangan  tindak kekerasan yang bersifat independen terhadap kasus yang menimbulkan luka berat/cacat fisik/kematian atau yang menarik perhatian masyarakat.
  2. wajib melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan penanggulangan tindakan kekerasan yang  dilakukan  oleh  satuan  pendidikan  dan pemerintah daerah; dan
  3. wajib memastikan satuan pendidikan menindaklanjuti hasil pengawasan dan evaluasi terhadap tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.

Satuan pendidikan memberikan sanksi kepada peserta didik dalam rangka pembinaan berupa:
  1. teguran lisan;
  2. teguran tertulis; dan
  3. tindakan lain yang bersifat edukatif.
Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat memberikan sanksi kepada pendidik atau tenaga kependidikan yang diangkat oleh satuan pendidikan atau pihak lain yang bekerja di satuan pendidikan berupa:
  1. teguran lisan;
  2. teguran tertulis;
  3. pengurangan hak; dan
  4. pemberhentian sementara/tetap dari jabatan sebagai pendidik/tenaga  kependidikan  atau pemutusan/pemberhentian hubungan kerja.
Dinas kabupaten/kota, provinsi memberikan sanksi kepada pendidik dan tenaga kependidikan berupa:
  1. teguran lisan;
  2. teguran tertulis;
  3. penundaan atau pengurangan hak;
  4. pembebasan tugas; dan
  5. pemberhentian sementara/tetap dari jabatan sebagai pendidik/tenaga kependidikan.
Dinas kabupaten/kota, provinsi memberikan sanksi kepada satuan pendidikan berupa:
  1. pemberhentian bantuan dari Pemerintah Daerah;
  2. penggabungan  satuan  pendidikan  yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; dan
  3. penutupan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Kementerian memberikan sanksi berupa:
  1. rekomendasi penurunan level akreditasi;
  2. pemberhentian terhadap bantuan dari pemerintah;
  3. rekomendasi pemberhentian pendidik atau tenaga kependidikan kepada Pemerintah Daerah atau satuan pendidikan; dan
  4. rekomendasi  kepada  Pemerintah  Daerah  untuk melakukan  langkah-langkah  tegas  berupa penggabungan, relokasi, atau penutupan satuan pendidikan dalam hal terjadinya tindak kekerasan yang berulang.
Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud di atas dikenakan bagi:
  1. satuan pendidikan, pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik atau pihak lain yang terbukti melakukan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan atau terbukti lalai melaksanakan tugas dan fungsinya yang mengakibatkan terjadinya tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.
  2. satuan  pendidikan  yang  tidak  melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (1); atau
  3. Pemerintah  daerah  yang  tidak  melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (2).
Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud di atas dilakukan secara proporsional dan berkeadilan sesuai tingkat dan/atau akibat tindak kekerasan berdasarkan hasil pemeriksaan oleh tim penanggulangan tindak kekerasan/hasil pemantauan  pemerintah daerah/Pemerintah.

Pemberian  sanksi  pemberhentian  dari  jabatan bagi guru atau kepala sekolah dilakukan apabila terbukti lalai atau melakukan pembiaran  terjadinya  tindak  kekerasan  yang mengakibatkan luka fisik yang cukup berat/cacat fisik/kematian atau sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dalam masa jabatannya yang mengakibatkan yang mengakibatkan luka fisik yang ringan, berdasarkan hasil pemeriksaan oleh tim independen.

Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud di atas tidak menghapus pemberian sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Tim penanggulangan bersifat ad hoc dan independen yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
Pembentukan  tim  penanggulangan  dengan keanggotaan yang terdiri atas unsur tokoh masyarakat, pemerhati pendidikan, dan/atau psikolog.
Untuk  menjaga  independensi  tim  penanggulangan, maka keanggotaannya dapat berasal dari luar daerah.
Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya wajib mengalokasikan anggaran dalam pelaksanaan tugas tim penanggulangan.

Satuan pendidikan tidak dapat menuntut secara hukum atau memberikan sanksi dalam bentuk apapun kepada pelapor tindak kekerasan, kecuali laporan tersebut tidak benar  berdasarkan  hasil  penilaian  oleh  gugus pencegahan/tim penanggulangan.

Kementerian  menyediakan  layanan  pengaduan masyarakat  melalui :
  • laman  pengaduan http://sekolahaman.kemdikbud.go.id
  • telepon ke 021-57903020, 021-5703303, 
  • faksimile ke 021-5733125, 
  • email ke laporkekerasan@kemdikbud.go.id, 
  • atau layanan pesan singkat ke 0811976929.
Kementerian menyediakan informasi mengenai tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan yang dapat di akses  oleh  masyarakat  melalui  laman http://sekolahaman.kemdikbud.go.id.

Upaya pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan dalam Peraturan Menteri ini juga berlaku terhadap tindak kekerasan yang dilakukan terhadap peserta didik di luar lingkungan satuan pendidikan.

Sumber Rujukan:
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TINDAK KEKERASAN DI LINGKUNGAN SATUAN PENDIDIKAN

Sabtu, 09 Januari 2016

Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah melalui Ujian Nasion Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah melalui Ujian Nasional, dan Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan melalui Ujian Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan pada SMP/MTS atau yang sederajat dan SMA/MA/SMK atau yang sederajat


Satuan Pendidikan
adalah satuan pendidikan dasar dan menengah  yang  meliputi  Sekolah  Menengah Pertama/Madrasah  Tsanawiyah  (SMP/MTs),  Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), Sekolah Menengah Pertama  Terbuka  (SMPT),  Sekolah  Menengah Atas/Madrasah  Aliyah  (SMA/MA)/Sekolah  Menengah Agama Katolik (SMAK)/Sekolah Menengah Teologi Kristen (SMTK), Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB), dan Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK), Sekolah Menengah Atas Terbuka (SMAT), dan Satuan  Pendidikan  Kerjasama  (SPK),  serta  lembaga pendidikan  yang  menyelenggarakan  Program  Paket B/Wustha dan Program Paket C.
Pendidikan Kesetaraan adalah pendidikan nonformal yang menyelenggarakan  pendidikan  setara  SMP/MTs, SMA/MA/SMAK/SMTK, dan SMK/MAK mencakup Program Paket B/Wustha dan Program Paket C.
Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
Ujian  Sekolah/Madrasah/Pendidikan  Kesetaraan selanjutnya  disebut  Ujian  S/M/PK  adalah  kegiatan pengukuran  dan  penilaian  kompetensi  peserta  didik terhadap standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran yang dilakukan oleh Satuan Pendidikan.
Ujian Nasional yang selanjutnya disebut UN adalah kegiatan pengukuran capaian kompetensi lulusan pada mata pelajaran tertentu secara nasional dengan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan.
Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan adalah kegiatan pengukuran  dan  penilaian  penyetaraan  pencapaian kompetensi lulusan pada mata pelajaran tertentu secara nasional dengan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan pada Program Paket B/Wustha setara SMP/MTs dan Program Paket C setara SMA/MA/SMAK/SMTK.
Nilai Ujian Nasional yang selanjutnya disebut Nilai UN adalah nilai yang diperoleh peserta didik dari UN. 
Badan Standar Nasional Pendidikan yang selanjutnya disebut BSNP adalah badan mandiri dan profesional yang bertugas menyelenggarakan UN.
Program Wustha adalah pendidikan dasar tiga tahun pada Pondok Pesantren Salafiyah setingkat Program Paket B dengan kekhasan pendalaman pendidikan agama Islam.
Kisi-kisi UN adalah acuan dalam pengembangan dan perakitan soal UN yang disusun berdasarkan kriteria pencapaian Standar Kompetensi Lulusan, standar isi, dan kurikulum yang berlaku.
Paket naskah soal UN adalah variasi perangkat tes yang paralel, terdiri atas sejumlah butir soal yang dirakit sesuai dengan kisi-kisi UN.
Dokumen UN adalah bahan UN yang bersifat rahasia, terdiri atas naskah soal, jawaban peserta ujian, daftar hadir, berita acara, baik dalam bentuk salinan keras (hardcopy) maupun salinan lunak (softcopy), dan Cakram Padat (Compact Disk) untuk Sesi Mendengarkan (Listening Comprehension).
Dokumen pendukung UN adalah seluruh bahan UN yang tidak bersifat rahasia, terdiri atas blanko daftar hadir, blanko lembar jawaban, blanko berita acara, tata tertib, pakta integritas, amplop naskah dan amplop lembar jawaban. 
Sertifikat Hasil Ujian Nasional yang selanjutnya disebut SHUN adalah surat keterangan yang berisi Nilai UN serta tingkat  capaian  Standar  Kompetensi  Lulusan  yang dinyatakan dalam kategori.

PERSYARATAN PESERTA DIDIK MENGIKUTI UJIAN NASIONAL DAN UJIAN SEKOLAH/MADRASAH/PENDIDIKAN KESETARAAN
Persyaratan peserta didik pada jalur formal yang mengikuti UN:
  1. telah atau pernah berada pada tahun terakhir pada suatu jenjang pendidikan di Satuan Pendidikan; dan
  2. memiliki laporan lengkap penilaian hasil belajar pada suatu jenjang pendidikan di Satuan Pendidikan tertentu mulai semester I sampai dengan semester V. 
Persyaratan peserta didik pada jalur nonformal yang mengikuti UN:
  1. berasal dari PKBM, kelompok belajar pada SKB, Pondok Pesantren  penyelenggara  Program  Wustha,  atau kelompok belajar sejenis; dan
  2. memiliki laporan lengkap penilaian hasil belajar pada Pendidikan Kesetaraan. 
Persyaratan peserta didik pada sekolah rumah yang mengikuti UN:
  1. peserta didik terdaftar pada Satuan Pendidikan formal atau nonformal pada jenjang tertentu yang ditetapkan Dinas  Pendidikan  Kabupaten/Kota  atau  Dinas Pendidikan  Provinsi  setempat  sesuai  dengan kewenangannya untuk mengikuti ujian akhir Satuan Pendidikan; dan
  2. memiliki laporan lengkap penilaian hasil belajar.
Persyaratan peserta didik mengikuti Ujian S/M diatur dalam POS Ujian S/M yang ditetapkan oleh Satuan Pendidikan dan dilaporkan kepada dinas pendidikan kabupaten/kota atau provinsi, kantor kementerian agama atau kantor wilayah kementerian agama sesuai dengan kewenangan.
Persyaratan peserta didik mengikuti Ujian PK diatur dalam POS Ujian PK yang ditetapkan oleh dinas pendidikan kabupaten/kota atau provinsi, kantor kementerian agama atau kantor wilayah kementerian agama sesuai dengan kewenangan.

HAK DAN KEWAJIBAN PESERTA DIDIK DALAM UJIAN NASIONAL DAN UJIAN SEKOLAH/MADRASAH/PENDIDIKAN KESETARAAN
Setiap peserta didik termasuk yang berkebutuhan khusus berhak mengikuti UN dan berhak mengulanginya sepanjang belum dinyatakan memenuhi kriteria pencapaian standar kompetensi lulusan.
Peserta didik berkebutuhan khusus yang berhak mengikuti UN meliputi peserta didik  tunanetra,  tunarungu,  tunadaksa  ringan,  dan tunalaras.
Peserta didik yang berhak mengulangi meliputi  jenjang SMA/MA/SMAK/SMTK, SMK/MAK, dan Program Paket C.
Setiap peserta didik wajib mengikuti satu kali UN untuk semua mata pelajaran yang diujikan.
Peserta didik yang berhalangan karena alasan tertentu dengan disertai bukti yang sah, dapat mengikuti UN susulan sesuai dengan jadwal yang diatur dalam POS UN.
Setiap peserta didik yang telah mengikuti UN akan mendapatkan SHUN. 
Peserta didik yang memenuhi syarat sebagaimana ditentukan dalam POS berhak mengikuti Ujian S/M/PK.

PELAKSANAAN UJIAN SEKOLAH/MADRASAH/PENDIDIKAN KESETARAAN
Satuan Pendidikan formal melaksanakan Ujian S/M untuk semua mata pelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku pada masing-masing Satuan Pendidikan.
Pelaksanaan Ujian S/M diatur dalam POS Ujian S/M yang ditetapkan oleh Satuan Pendidikan. 
Satuan Pendidikan nonformal melaksanakan Ujian PK untuk semua mata pelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
Pelaksanaan Ujian PK diatur dalam POS Ujian PK yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. 
Ujian S/M/PK dilaksanakan sebelum pelaksanaan UN.

PENYELENGGARAAN, PELAKSANAAN, DAN PEMANFAATAN HASIL UJIAN NASIONAL
BSNP menyelenggarakan UN bekerja sama dengan instansi terkait di lingkungan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Satuan Pendidikan.
BSNP sebagai Penyelenggara UN bertugas:
  1. menelaah dan menetapkan kisi-kisi UN;
  2. menyusun dan menetapkan POS UN;
  3. menetapkan naskah soal UN;
  4. memberikan  rekomendasi  kepada  Menteri  tentang pembentukan Panitia UN Tingkat Pusat;
  5. melakukan  koordinasi  persiapan  dan  pengawasan pelaksanaan UN secara nasional; dan
  6. melakukan  evaluasi  dan  menyusun  rekomendasi perbaikan pelaksanaan UN kepada Menteri. 
Panitia UN Tingkat Satuan Pendidikan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan bertanggung  jawab  kepada  Panitia  UN  tingkat Kabupaten/Kota  melalui  Kepala  Dinas  Pendidikan Kabupaten/Kota.
Panitia UN Tingkat Satuan Pendidikan terdiri atas Satuan Pendidikan penyelenggara UN dan Satuan Pendidikan yang bergabung.

Pemerintah melaksanakan UN minimal 1 (satu) kali dalam satu tahun.

Ujian kompetensi keahlian pada SMK/MAK terdiri atas ujian teori kejuruan dan ujian praktik kejuruan.
Ujian teori kejuruan dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Provinsi di bawah koordinasi  Direktorat  Pembinaan  SMK  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Ujian praktik kejuruan dilaksanakan oleh Satuan Pendidikan bersama dunia industri dan/atau asosiasi profesi. 

Orang perseorangan, kelompok, dan/atau lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan UN wajib menjaga kejujuran, kerahasiaan, keamanan, dan kelancaran pelaksanaan UN.

Pelaksanaan UN dapat dilakukan melalui ujian berbasis kertas (Paper Based Test) atau ujian berbasis komputer (Computer Based Test).

SHUN paling sedikit berisi:
  1. biodata siswa; dan
  2. nilai hasil UN untuk setiap mata pelajaran yang diujikan, dan tingkat pencapaian kompetensi lulusan untuk setiap mata pelajaran yang diujikan.
Tingkat pencapaian standar kompetensi lulusan disusun dalam kategori sangat baik, baik, cukup, dan kurang. 

Hasil UN digunakan untuk:
  1. pemetaan mutu program dan/atau Satuan Pendidikan;
  2. pertimbangan  seleksi  masuk  jenjang  pendidikan berikutnya; dan
  3. pertimbangan  dalam  pembinaan  dan  pemberian bantuan kepada Satuan Pendidikan dalam upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Kementerian memetakan hasil UN pada tingkat Satuan Pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, dan nasional.
Hasil pemetaan digunakan oleh Satuan Pendidikan dan instansi terkait untuk peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan.

Untuk kepentingan peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan, Satuan Pendidikan wajib menyerahkan nilai rapor dan nilai Ujian S/M/PK kepada Kementerian.

BAHAN UJIAN SEKOLAH/MADRASAH/PENDIDIKAN KESETARAAN DAN UJIAN NASIONAL
Kisi-kisi Ujian S/M disusun dan ditetapkan oleh masing-masing Satuan Pendidikan berdasarkan kriteria pencapaian Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, dan kurikulum yang berlaku.
Kisi-kisi Ujian PK disusun dan ditetapkan oleh BSNP berdasarkan  kriteria  pencapaian  Standar  Kompetensi Lulusan, Standar Isi, dan kurikulum yang berlaku.
Kisi-kisi  UN  disusun  dan  ditetapkan  oleh  BSNP berdasarkan  kriteria  pencapaian  Standar  Kompetensi Lulusan, Standar Isi, dan kurikulum yang berlaku. 

Satuan Pendidikan formal menyusun naskah soal Ujian S/M berdasarkan kisi-kisi Ujian S/M.
Satuan Pendidikan nonformal kesetaraan menyusun naskah soal Ujian PK berdasarkan kisi-kisi Ujian PK di bawah koordinasi dan pengawasan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
Panitia UN Tingkat Pusat menyiapkan paket naskah soal UN yang dirakit dari bank soal sesuai dengan kisi-kisi UN.
BSNP menetapkan naskah soal UN yang mekanismenya diatur dalam petunjuk pelaksanaan BSNP.
Naskah soal UN sebelum dan sesudah pelaksanaan UN termasuk dalam klasifikasi dokumen negara yang bersifat rahasia dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh Menteri. 

Penyiapan dan penggandaan bahan Ujian S/M dilakukan oleh Satuan Pendidikan.
Penyiapan dan penggandaan bahan Ujian PK dilakukan oleh Satuan Pendidikan kesetaraan di bawah koordinasi dan pengawasan panitia UN Tingkat Kabupaten/Kota. 

Penggandaan dan distribusi bahan UN dilakukan pada tingkat provinsi atau gabungan beberapa provinsi oleh kelompok kerja Unit Layanan Pengadaan Badan Penelitian dan Pengembangan dengan melibatkan perwakilan dari masing-masing provinsi.

BIAYA UJIAN NASIONAL DAN UJIAN SEKOLAH/MADRASAH/PENDIDIKAN KESETARAAN
Biaya penyelenggaraan dan pelaksanaan UN menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Biaya pelaksanaan Ujian S/M/PK menjadi tanggung jawab Pemerintah  Daerah  dan  Satuan  Pendidikan  yang bersangkutan. 

Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Satuan Pendidikan dilarang memungut biaya pelaksanaan UN dari peserta didik, orang tua/wali, dan/atau pihak yang membiayai peserta didik.

KRITERIA KELULUSAN PESERTA DIDIK DARI SATUAN PENDIDIKAN DAN PENCAPAIAN KOMPETENSI LULUSAN DALAM UJIAN NASIONAL
Peserta didik dinyatakan lulus dari Satuan Pendidikan setelah memenuhi kriteria:
  1. menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
  2. memperoleh nilai sikap/perilaku minimal baik; dan
  3. lulus Ujian S/M/PK.
Penyelesaian seluruh program pembelajaran, untuk peserta didik:
  1. SMP/MTs dan SMPLB apabila telah menyelesaikan pembelajaran dari kelas VII sampai dengan kelas IX;
  2. SMA/MA/SMAK/SMTK, SMALB, dan SMK/MAK apabila telah menyelesaikan pembelajaran dari kelas X sampai dengan kelas XII;
  3. SMP/MTs  dan  SMA/MA/SMAK/SMTK  yang menerapkan sistem kredit semester (SKS) atau program akselerasi apabila telah menyelesaikan seluruh mata pelajaran yang dipersyaratkan;
  4. Program Paket B/Wustha dan Program Paket C, apabila telah menyelesaikan keseluruhan derajat kompetensi masing-masing program. 
SMP/MTs dan SMA/MA/SMAK/SMTK yang menerapkan SKS atau program akselerasi harus memiliki izin dari dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota atau kantor wilayah kementerian agama provinsi/kantor kementerian agama kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan masing-masing.

Kriteria kelulusan peserta didik dari Ujian S/M untuk semua mata pelajaran ditetapkan oleh Satuan Pendidikan berdasarkan perolehan nilai Ujian S/M.
Kriteria kelulusan peserta didik dari Ujian PK untuk semua mata pelajaran ditetapkan  oleh  Dinas  Pendidikan  Provinsi berdasarkan perolehan nilai Ujian PK dari pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM)/kelompok belajar pada sanggar kegiatan belajar (SKB).

Kelulusan peserta didik dari:
  1. SMP/MTs,  SMPLB,  SMA/MA/SMAK/SMTK,  SMALB, SMK/MAK ditetapkan oleh setiap Satuan Pendidikan yang bersangkutan dalam rapat dewan guru setelah pengumuman hasil UN.
  2. Program Paket B/Wustha dan Program Paket C ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota melalui rapat pleno dengan melibatkan perwakilan dari Satuan Pendidikan nonformal setelah pengumuman hasil UN. 

SANKSI
Orang perseorangan, kelompok, dan/atau lembaga yang terbukti melakukan pelanggaran dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada saat Peraturan Menteri NOMOR 57 TAHUN 2015 ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik, Penyelenggaraan Ujian Nasional  dan  Penyelenggaraan  Ujian Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan pada SMP/MTs atau yang Sederajat dan SMA/MA/SMK atau yang Sederajat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 

Sumber Rujukan :
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PEMERINTAH MELALUI UJIAN NASIONAL, DAN PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH SATUAN PENDIDIKAN MELALUI UJIAN SEKOLAH/MADRASAH/PENDIDIKAN KESETARAAN PADA SMP/MTs ATAU YANG SEDERAJAT DAN SMA/MA/SMK ATAU YANG SEDERAJAT.

Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah


Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik
adalah proses pengumpulan  informasi/data  tentang  capaian pembelajaran peserta didik dalam aspek sikap, aspek pengetahuan, dan aspek keterampilan yang dilakukan secara terencana dan sistematis yang dilakukan untuk memantau proses, kemajuan belajar, dan perbaikan hasil belajar melalui penugasan dan evaluasi hasil belajar.
Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan adalah proses pengumpulan informasi/data tentang capaian pembelajaran peserta didik dalam aspek pengetahuan dan aspek keterampilan yang dilakukan secara terencana dan sistematis dalam bentuk penilaian akhir dan ujian sekolah/madrasah.
Penilaian Akhir adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik pada akhir semester dan/atau akhir tahun.
Ujian Sekolah/Madrasah adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar dan/atau penyelesaian dari suatu Satuan Pendidikan.
Kriteria Ketuntasan Minimal yang selanjutnya disebut KKM adalah kriteria ketuntasan belajar yang ditentukan oleh Satuan  Pendidikan  yang  mengacu  pada  standar kompetensi  kelulusan,  dengan  mempertimbangkan karakteristik peserta didik, karakteristik mata pelajaran, dan kondisi Satuan Pendidikan.

Peraturan Menteri NOMOR 53 TAHUN 2015 ini bertujuan mengatur Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan pada Pendidikan Dasar dan Menengah dalam pelaksanaan Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013.

Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik berfungsi untuk memantau kemajuan belajar, memantau hasil belajar, dan mendeteksi kebutuhan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Penilaian  Hasil  Belajar  oleh  Pendidik  dilaksanakan untuk memenuhi fungsi formatif dan sumatif dalam penilaian. Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik memiliki tujuan untuk:
  1. mengetahui tingkat penguasaan kompetensi;
  2. menetapkan ketuntasan penguasaan kompetensi;
  3. menetapkan  program  perbaikan  atau  pengayaan berdasarkan tingkat penguasaan kompetensi; dan
  4. memperbaiki proses pembelajaran.

Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
  1. sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur;
  2. objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai;
  3. adil,  berarti  penilaian  tidak  menguntungkan  atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender; 
  4. terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran;
  5. terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan;
  6. menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik;
  7. sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku;
  8. beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan; dan
  9. akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya. 
Lingkup Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik mencakup aspek sikap, aspek pengetahuan, dan aspek keterampilan.
Lingkup Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan mencakup aspek pengetahuan dan aspek keterampilan. 

Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan dilakukan terhadap penguasaan tingkat kompetensi sebagai capaian pembelajaran.

Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik menggunakan berbagai instrumen penilaian berupa tes, pengamatan, penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik.
Instrumen  penilaian  yang  digunakan  oleh  Satuan Pendidikan dalam bentuk Penilaian Akhir dan/atau Ujian Sekolah/Madrasah  memenuhi  persyaratan  substansi, konstruksi, dan bahasa serta memiliki bukti validitas empirik.

Mekanisme Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik meliputi:
  1. perancangan strategi penilaian oleh pendidik dilakukan pada saat penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berdasarkan silabus;
  2. Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik dilakukan untuk memantau proses, kemajuan belajar, dan perbaikan hasil belajar melalui penugasan dan pengukuran pencapaian satu atau lebih Kompetensi Dasar;
  3. penilaian  aspek  sikap  dilakukan  melalui observasi/pengamatan sebagai sumber informasi utama dan pelaporannya menjadi tanggungjawab wali kelas atau guru kelas;
  4. hasil penilaian pencapaian sikap oleh pendidik disampaikan dalam bentuk predikat atau deskripsi;
  5. penilaian aspek pengetahuan dilakukan melalui tes tertulis, tes lisan, dan penugasan sesuai dengan kompetensi yang dinilai;
  6. penilaian keterampilan dilakukan melalui praktik, produk, proyek, portofolio, dan/atau teknik lain sesuai dengan kompetensi yang dinilai;
  7. hasil penilaian pencapaian pengetahuan dan keterampilan oleh pendidik disampaikan dalam bentuk angka dan/atau deskripsi; dan
  8. peserta didik yang belum mencapai KKM harus mengikuti pembelajaran remedi.
Mekanisme Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan meliputi:
  1. menyusun  perencanaan  penilaian  tingkat  Satuan Pendidikan;
  2. KKM yang harus dicapai oleh peserta didik ditetapkan oleh Satuan Pendidikan;
  3. penilaian dilakukan dalam bentuk Penilaian Akhir dan Ujian Sekolah/Madrasah;
  4. Penilaian Akhir meliputi Penilaian Akhir semester dan Penilaian Akhir tahun;
  5. hasil penilaian sikap dilaporkan dalam bentuk predikat dan/atau deskripsi;
  6. hasil penilaian pengetahuan dan keterampilan dilaporkan dalam bentuk nilai, predikat dan deskripsi pencapaian kompetensi mata pelajaran;
  7. laporan hasil penilaian pendidikan pada akhir semester, dan akhir tahun ditetapkan dalam rapat dewan guru berdasar hasil penilaian oleh pendidik dan hasil penilaian oleh Satuan Pendidikan; dan
  8. kenaikan kelas dan/atau kelulusan peserta didik ditetapkan melalui rapat dewan guru.
Hasil belajar yang diperoleh dari penilaian oleh pendidik digunakan untuk menentukan kenaikan kelas peserta didik. Peserta didik dinyatakan tidak naik kelas apabila hasil belajar dari paling sedikit 3 (tiga) mata pelajaran pada kompetensi pengetahuan, keterampilan belum tuntas dan/atau sikap belum baik. Ketentuan tersebut tidak  berlaku  bagi  peserta  didik SDLB/SMPLB/SMALB/SMKLB.

Dengan  berlakunya  Peraturan  Menteri  NOMOR 53 TAHUN 2015 ini  semua ketentuan tentang penilaian hasil belajar peserta didik oleh pendidik dan Satuan Pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang sudah ada sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. 
Dengan berlakunya Peraturan Menteri NOMOR 53 TAHUN 2015 ini, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 104 Tahun 2014 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Sumber Rujukan :
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIANOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PENDIDIK DAN SATUAN PENDIDIKAN PADA PENDIDIKAN DASAR DAN PENDIDIKAN MENENGAH