Pengajaran salah satu bagian dari Pendidikan

Pengajaran adalah pendidikan dengan cara memberi ilmu atau berfaedah buat hidup anak-anak, baik lahir maupun batin.

Pendidikan adalah tempat bersemainya benih-benih kebudayaan

Segala unsur peradaban dan kebudayaan dapat tumbuh dengan sebaik-baiknya.

Pendidikan hanya suatu tuntunan

Hidup tumbuhnya anak itu terletak di luar kecakapan atau kehendak pendidik.

Beschaving is zelfbeheersching

Adab itu berarti dapat menguasai diri.

Permainan anak adalah pendidikan

Pelajaran paca indra dan permainan anak itu tidak dipisah, yaitu dianggap satu.

Selasa, 06 Mei 2014

Penerapan Sistem Kredit Semester Kurikulum 2013


Konsep Sistem Kredit Semester

Sistem Kredit Semester (SKS) adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya menentukan sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang diikuti setiap semester pada satuan pendidikan.
Beban belajar setiap mata pelajaran pada SKS dinyatakan dalam satuan kredit semester (sks). Beban belajar satu sks meliputi satu jam pembelajaran tatap muka, satu jam penugasan terstruktur, dan satu jam kegiatan mandiri.

Komponen Sistem Kredit Semester

1. Prinsip
Penyelenggaraan SKS di SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK mengacu pada prinsip sebagai berikut.
  1. Peserta didik menentukan sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang diikuti pada setiap semester sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya.
  2. Peserta didik yang berkemampuan dan berkemauan tinggi dapat mempersingkat waktu penyelesaian studinya dari periode  belajar  yang  ditentukan  dengan  tetap memperhatikan ketuntasan belajar.
  3. Peserta didik didorong untuk memberdayakan dirinya sendiri dalam belajar secara mandiri.
  4. Peserta didik dapat menentukan dan mengatur strategi belajar dengan lebih fleksibel.
  5. Peserta didik memiliki kesempatan untuk memilih kelompok peminatan, lintas minat, dan pendalaman minat, serta mata pelajaran sesuai dengan potensinya.
  6. Peserta didik dapat pindah ke sekolah lain yang sejenis dan telah menggunakan SKS dan semua kredit yang telah diambil dapat dipindahkan ke sekolah yang baru (transfer kredit).
  7. Sekolah menyediakan sumber daya pendidikan yang lebih memadai secara teknis dan administratif.
  8. Penjadwalan kegiatan pembelajaran diupayakan dapat memenuhi kebutuhan untuk pengembangan potensi peserta didik  yang  mencakup  pengetahuan,  sikap,  dan keterampilan.
  9. Guru memfasilitasi kebutuhan akademik peserta didik sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya.
  10. Persyaratan Penyelenggaraan.
    Satuan pendidikan SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK yang terakreditasi  A  dari  Badan  Akreditasi  Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) dapat menyelenggarakan SKS.
    Penyelenggaraan SKS pada setiap satuan pendidikan dilakukan dengan tetap mempertimbangkan ketuntasan minimal dalam pencapaian setiap kompetensi.

 2. Unsur-unsur Beban Belajar

Beban belajar setiap mata pelajaran pada SKS dinyatakan dalam sks. Beban belajar satu sks meliputi satu jam pembelajaran tatap muka, satu jam penugasan terstruktur, dan satu jam kegiatan mandiri, yang pengertiannya sebagai berikut
  1. Kegiatan tatap muka adalah kegiatan pembelajaran yang berupa proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik.
  2. Kegiatan terstruktur adalah kegiatan pembelajaran yang berupa pendalaman materi pembelajaran oleh peserta didik yang dirancang oleh pendidik untuk mencapai kompetensi dasar.  Waktu  penyelesaian  penugasan  terstruktur ditentukan oleh pendidik.
  3. Kegiatan mandiri adalah kegiatan pembelajaran yang berupa pendalaman materi pembelajaran oleh peserta didik yang dirancang oleh pendidik untuk mencapai kompetensi dasar. Waktu penyelesaiannya diatur oleh peserta didik atas dasar kesepakatan dengan pendidik.

3. Cara Menetapkan Beban Belajar

Penetapan beban belajar sks untuk SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK ditetapkan sebagai berikut:
a. Beban belajar kegiatan tatap muka per jam pembelajaran pada:
1) SMP/MTs berlangsung selama 40 menit;
2) SMA/MA berlangsung selama 45 menit;
3) SMK/MAK berlangsung selama 45 menit.

b. Waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri bagi peserta didik pada SMP/MTs maksimum 50% dari jumlah waktu kegiatan tatap muka dari mata pelajaran yang bersangkutan.
c. Waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri bagi peserta didik pada SMA/MA/SMK/MAK maksimum 60% dari jumlah waktu kegiatan tatap muka dari mata pelajaran yang bersangkutan.
Dengan demikian, cara menetapkan beban belajar sks untuk SMP/MTs dan SMA/MA masing-masing adalah sebagai berikut:
a. Penetapan Beban Belajar sks untuk SMP/MTs
Sebelum menetapkan beban belajar sks untuk SMP/MTs yaitu memadukan semua komponen beban belajar, baik untuk Sistem Paket maupun untuk SKS, sebagaimana yang tercantum dalam Tabel 1.
Berdasarkan pada Tabel 1 dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa untuk menetapkan beban belajar 1 sks yaitu dengan formula sebagai berikut:





Dengan demikian, beban belajar sks untuk SMP/MTs dengan mengacu pada rumus tersebut dapat ditetapkan bahwa setiap pembelajaran dengan beban belajar 1 sks pada SKS sama dengan beban belajar 2 jam pembelajaran pada Sistem Paket.
Agar lebih jelas lagi, dalam Tabel 2 disajikan contoh konversi kedua jenis beban pembelajaran tersebut.










b. Penetapan  Beban  Belajar  sks  untuk  SMA/MA  dan SMK/MAK
Sebelum menetapkan beban belajar sks untuk SMA/MA yaitu memadukan semua komponen beban belajar, baik untuk Sistem Paket maupun untuk SKS, sebagaimana yang tercantum dalam Tabel 3.
















Dengan demikian, beban belajar sks untuk SMA/MA dengan mengacu pada rumus tersebut dapat ditetapkan bahwa setiap pembelajaran dengan beban belajar 1 sks pada SKS sama dengan beban belajar 1.88 jam pembelajaran pada Sistem Paket. Agar lebih jelas lagi, dalam Tabel 4 disajikan contoh konversi kedua jenis beban pembelajaran tersebut.










4. Beban Belajar Minimal
Agar proses pembelajaran di setiap satuan pendidikan yang menggunakan SKS dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien perlu ditetapkan batas minimal beban belajar sks sebagai berikut:
  1. Beban belajar yang harus ditempuh oleh peserta didik SMP/MTs yaitu minimal 114 sks, yang dapat ditempuh paling cepat 2 tahun (4 semester) dan paling lama 5 tahun (10 semester).
  2. Beban belajar yang harus ditempuh oleh peserta didik SMA/MA yaitu minimal 130 sks, yang dapat ditempuh paling cepat 2 tahun (4 semester) dan paling lama 5 tahun (10 semester).
  3. Beban belajar yang harus ditempuh oleh peserta didik SMK/MAK yaitu minimal 144 sks, yang dapat ditempuh paling cepat 2 tahun (4 semester) dan paling lama 5 tahun (10 semester).

5. Komposisi Beban Belajar

Komposisi beban belajar di SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK adalah sebagai berikut:
  1. Komposisi beban belajar untuk peserta didik SMP/MTs terdiri atas kelompok A (wajib) dan B (wajib) .
  2. Komposisi beban belajar untuk peserta didik SMA/MA terdiri atas kelompok A (wajib), B (wajib), dan salah satu dari kelompok C (peminatan), serta lintas minat dan/atau pendalaman minat.
  3. Komposisi beban belajar untuk peserta didik SMK/MAK terdiri atas kelompok A (wajib), B (wajib), C1 (kelompok mata pelajaran bidang keahlian), C2 (kelompok mata pelajaran dasar program keahlian), dan salah satu dari C3 (kelompok mata pelajaran paket keahlian).

6. Kriteria Pengambilan Beban Belajar

Kriteria yang digunakan dalam pengambilan beban belajar adalah sebagai berikut:
a. Fleksibilitas dalam SKS yaitu peserta didik diberi keleluasaan untuk menentukan beban belajar pada setiap semester.
b. Pengambilan beban belajar oleh peserta didik didampingi oleh Pembimbing Akademik.
c. Kriteria yang digunakan untuk menentukan beban belajar bagi peserta didik yaitu:
  1. pengambilan beban belajar (jumlah sks) pada semester 1 sesuai dengan prestasi yang dicapai pada satuan pendidikan sebelumnya atau hasil tes seleksi masuk dan/atau penempatan peserta didik baru;
  2. pengambilan beban belajar (jumlah sks) semester berikutnya ditentukan berdasarkan Indeks Prestasi (IP) yang diperoleh pada semester sebelumnya.
  3. Peserta didik wajib menyelesaikan mata pelajaran yang tertuang dalam Struktur Kurikulum.
  4. Satuan pendidikan dapat mengatur penyajian mata pelajaran secara tuntas dengan prinsip ”on and off”, yaitu suatu mata pelajaran bisa diberikan hanya pada semester  tertentu  dengan  mempertimbangkan ketuntasan kompetensi pada setiap semester.

7. Penilaian, Penentuan Indeks Prestasi, dan Kelulusan

Pengaturan mengenai penilaian, penentuan indeks prestasi, dan kelulusan adalah sebagaimana diuraikan di bawah ini.
a. Penilaian
1) Penilaian setiap mata pelajaran meliputi kompetensi pengetahuan, kompetensi keterampilan, dan kompetensi sikap.  Kompetensi  pengetahuan  dan  kompetensi keterampilan menggunakan skala 1–4 (kelipatan 0.33), sedangkan kompetensi sikap menggunakan skala
Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup (C), dan Kurang (K), yang dapat dikonversi ke dalam Predikat A - D seperti pada Tabel 5 di bawah ini.
















2) Ketuntasan minimal untuk seluruh kompetensi dasar pada  kompetensi  pengetahuan  dan  kompetensi keterampilan yaitu 2.66 (B-)
3) Pencapaian minimal untuk kompetensi sikap adalah B.
Untuk kompetensi yang belum tuntas, kompetensi tersebut dituntaskan  melalui  pembelajaran  remedial  sebelum melanjutkan pada kompetensi berikutnya.
Untuk mata pelajaran yang belum tuntas pada semester berjalan, dituntaskan melalui pembelajaran remedial sebelum memasuki semester berikutnya.

b. Penentuan Indeks Prestasi (IP)
1) SMP/MTs
a) IP  merupakan  rata-rata  dari  gabungan  hasil penilaian kompetensi pengetahuan dan kompetensi
keterampilan yang masing-masing dihitung dengan rumus sebagai berikut:
b) Peserta didik pada semester 2 dan seterusnya dapat mengambil sejumlah mata pelajaran dengan jumlah sks berdasarkan IP semester sebelumnya dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) IP < 2.66 dapat mengambil maksimal 20 sks.
(2) IP 2.66 – 3.32 dapat mengambil maksimal 24 sks.
(3) IP 3.33 – 3.65 dapat mengambil maksimal 28 sks.
(4) IP > 3.65 dapat mengambil maksimal 32 sks.

Selain itu, nilai kompetensi sikap paling rendah B.
2) SMA/MA
a) IP  merupakan  rata-rata  dari  gabungan  hasil penilaian kompetensi pengetahuan dan kompetensi
keterampilan yang masing-masing dihitung dengan rumus sebagai berikut:

















b) Peserta didik pada semester 2 dan seterusnya dapat mengambil sejumlah mata pelajaran dengan jumlah sks berdasarkan IP semester sebelumnya dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) IP < 2.66 dapat mengambil maksimal 24 sks.
(2) IP 2.66 – 3.32 dapat mengambil maksimal 28 sks.
(3) IP 3.33 – 3.65 dapat mengambil maksimal 32 sks.
(4) IP > 3.65 dapat mengambil maksimal 36 sks.

Selain itu, nilai kompetensi sikap paling rendah B.
3) SMK/MAK
a) IP  merupakan  rata-rata  dari  gabungan  hasil penilaian kompetensi pengetahuan dan kompetensi
keterampilan yang masing-masing dihitung dengan rumus sebagai berikut:

















b) Peserta didik pada semester 2 dan seterusnya dapat mengambil sejumlah mata pelajaran dengan jumlah sks berdasarkan IP semester sebelumnya dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) IP < 2.66 dapat mengambil maksimal 28 sks.
(2) IP 2.66 – 3.32 dapat mengambil maksimal 32 sks.
(3) IP 3.33 – 3.65 dapat mengambil maksimal 36 sks.
(4) IP > 3.66 dapat mengambil maksimal 40 sks.
Selain itu, nilai kompetensi sikap paling rendah B.
c. Kelulusan
Peserta didik dapat memanfaatkan semester pendek hanya untuk mengulang mata pelajaran yang belum tuntas. Bagi yang sudah tuntas (mencapai ketuntasan minimal yang ditetapkan  oleh  sekolah)  tidak  diperbolehkan  untuk mengikuti semester pendek.
Kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan yang menyelenggarakan SKS dapat dilakukan pada setiap akhir semester.
Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan di SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK setelah:
1) menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
2) memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran;
3) lulus ujian sekolah/madrasah; dan
4) lulus Ujian Nasional.

Pihak Yang Terlibat
Berdasarkan amanat tersebut, dalam rangka penerapan SKS diatur hal-hal sebagai berikut:
  1. Pusat Kurikulum dan Perbukuan membuat model-model penyelenggaraan SKS bagi satuan pendidikan.
  2. Direktorat teknis persekolahan membuat dan melaksanakan program  pembinaan  penerapan  SKS  sesuai  dengan karakteristik masing-masing satuan pendidikan.
  3. Dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota membuat dan melaksanakan program koordinasi dan supervisi penerapan SKS di setiap satuan pendidikan.
Mekanisme Penyelenggaraan
Penyelenggaraan SKS di setiap satuan pendidikan SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan, kelayakan, dan ketersediaan sumberdaya pendidikan bagi keberlangsungan penyelenggaraan SKS secara optimal. Kepala satuan pendidikan menginformasikan terlebih dahulu kepada seluruh komunitas sekolah (guru, tenaga kependidikan, dan orang tua) sebelum dilaksanakannya penyelenggaraan SKS.

Sumber Rujukan :
LAMPIRAN IV
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 81A TAHUN 2013 TENTANG IMPLEMENTASI KURIKULUM

Pelaksanaan Kegiatan Ekstrakurikuler Kurikulum 2013

Peserta didik harus mengikuti program ekstrakurikuler wajib (kecuali bagi yang terkendala), dan dapat mengikuti suatu program ekstrakurikuler pilihan baik yang terkait maupun yang tidak terkait dengan suatu mata pelajaran di satuan pendidikan tempatnya belajar.
Penjadwalan  waktu  kegiatan  ekstrakurikuler  sudah  harus dirancang pada awal tahun atau semester dan di bawah bimbingan kepala sekolah atau wakil kepala sekolah bidang kurikulum dan peserta didik. Jadwal waktu kegiatan ekstrakurikuler diatur sedemikian rupa sehingga tidak menghambat pelaksanaan kegiatan kurikuler atau dapat menyebabkan gangguan bagi peserta didik dalam mengikuti kegiatan kurikuler.
Kegiatan ekstrakurikuler dilakukan di luar jam pelajaran kurikuler yang terencana setiap hari. Kegiatan ekstrakurikuler dapat dilakukan setiap hari atau waktu tertentu (blok waktu). Kegiatan ekstrakurikuler seperti OSIS, klub olahraga, atau seni mungkin saja dilakukan setiap hari setelah jam pelajaran usai. Sementara itu kegiatan lain seperti Klub Pencinta Alam, Panjat Gunung, dan kegiatan lain yang memerlukan waktu panjang dapat direncanakan sebagai kegiatan dengan waktu tertentu (blok waktu).
Khusus untuk Kepramukaan, kegiatan yang dilakukan di luar sekolah atau terkait dengan berbagai satuan pendidikan lainnya, seperti Jambore Pramuka, ditentukan oleh pengelola/pembina Kepramukaan dan diatur agar tidak bersamaan dengan waktu belajar kurikuler rutin.

Sumber Rujukan :
LAMPIRAN III
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 81A TAHUN 2013 TENTANG IMPLEMENTASI KURIKULUM

Penilaian Kegiatan Ekstrakurikuler Kurikulum 2013


Penilaian perlu diberikan terhadap kinerja peserta didik dalam kegiatan ekstrakurikuler. Kriteria keberhasilan lebih ditentukan oleh proses dan keikutsertaan peserta didik dalam kegiatan ekstrakurikuler  yang  dipilihnya.  Penilaian  dilakukan  secara kualitatif.
Peserta didik diwajibkan untuk mendapatkan nilai memuaskan pada kegiatan ekstrakurikuler wajib pada setiap semester. Nilai yang diperoleh pada kegiatan ekstrakurikuler wajib Kepramukaan berpengaruh terhadap kenaikan kelas peserta didik. Nilai di bawah memuaskan dalam dua semester atau satu tahun memberikan sanksi bahwa peserta didik tersebut harus mengikuti program khusus yang diselenggarakan bagi mereka.
Persyaratan demikian tidak dikenakan bagi peserta didik yang mengikuti program ekstrakurikuler pilihan. Meskipun demikian, penilaian tetap diberikan dan dinyatakan dalam buku rapor. Penilaian didasarkan atas keikutsertaan dan prestasi peserta didik dalam suatu kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti. Hanya nilai memuaskan atau di atasnya yang dicantumkan dalam buku rapor.
Satuan pendidikan dapat dan perlu memberikan penghargaan kepada peserta didik yang memiliki prestasi sangat memuaskan atau cemerlang dalam satu kegiatan ekstrakurikuler wajib atau pilihan. Penghargaan tersebut diberikan untuk pelaksanaan kegiatan dalam satu kurun waktu akademik tertentu; misalnya pada setiap akhir semester, akhir tahun, atau pada waktu peserta didik telah menyelesaikan seluruh program pembelajarannya. Penghargaan  tersebut  memiliki  arti  sebagai  suatu  sikap menghargai prestasi seseorang. Kebiasaan satuan pendidikan memberikan penghargaan terhadap prestasi baik akan menjadi bagian dari diri peserta didik setelah mereka menyelesaikan pendidikannya.

Sumber Rujukan :
LAMPIRAN III
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 81A TAHUN 2013 TENTANG IMPLEMENTASI KURIKULUM

Langkah Pelaksanaan Muatan Lokal Kurikulum 2013


Berikut adalah rambu-rambu pelaksanaan pendidikan muatan lokal di satuan pendidikan:
  1. Muatan lokal diajarkan pada setiap jenjang kelas mulai dari tingkat pra satuan pendidikan hingga satuan pendidikan menengah. Khusus pada jenjang pra satuan pendidikan, muatan lokal tidak berbentuk sebagai mata pelajaran.
  2. Muatan lokal dilaksanakan sebagai mata pelajaran tersendiri dan/atau bahan kajian yang dipadukan ke dalam mata pelajaran lain dan/atau pengembangan diri.
  3. Alokasi waktu adalah 2 jam/minggu jika muatan lokal berupa mata pelajaran khusus muatan lokal.
  4. Muatan lokal dilaksanakan selama satu semester atau satu tahun atau bahkan selama tiga tahun.
  5. Proses pembelajaran muatan lokal mencakup empat aspek (kognitif, afektif, psikomotor, dan action).
  6. Penilaian pembelajaran muatan lokal mengutamakan unjuk kerja, produk, dan portofolio.
  7. Satuan pendidikan dapat menentukan satu atau lebih jenis bahan kajian mata pelajaran muatan lokal.
  8. Penyelenggaraan muatan lokal disesuaikan dengan potensi dan karakteristik satuan pendidikan.
  9. Satuan pendidikan yang tidak memiliki tenaga khusus untuk muatan lokal dapat bekerja sama atau menggunakan tenaga dengan pihak lain.
Sumber Rujukan :
 LAMPIRAN II
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81A TAHUN 2013 TENTANG IMPLEMENTASI KURIKULUM

Pengembangan Muatan Lokal Kurikulum 2013

  • Satuan pendidikan yang mampu mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar beserta silabusnya dapat melaksanakan mata pelajaran muatan lokal. Apabila satuan pendidikan  belum  mampu  mengembangkan  standar kompetensi dan kompetensi dasar beserta silabusnya, maka satuan  pendidikan  dapat  melaksanakan  muatan  lokal berdasarkan kegiatan-kegiatan yang direncanakan oleh satuan pendidikan, atau dapat meminta bantuan kepada satuan pendidikan terdekat yang masih dalam satu daerahnya.
    Beberapa satuan pendidikan dalam satu daerah yang belum mampu mengembangkannya dapat meminta bantuan tim pengembang kurikulum daerah atau meminta bantuan dari Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) di propinsinya.
  • Bahan kajian disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik yang mencakup perkembangan pengetahuan dan cara berpikir, emosional, dan sosial peserta didik. Pembelajaran diatur agar tidak memberatkan peserta didik dan tidak mengganggu penguasaan kurikulum nasional. Oleh karena itu, pelaksanaan  muatan  lokal  dihindarkan  dari  penugasan pekerjaan rumah (PR). 
  • Program  pengajaran  dikembangkan  dengan  melihat kedekatannya dengan peserta didik yang meliputi kedekatan secara fisik dan secara psikis. Dekat secara fisik berarti bahwa terdapat dalam lingkungan tempat tinggal dan sekolah peserta didik, sedangkan dekat secara psikis berarti bahwa bahan kajian tersebut mudah dipahami oleh kemampuan berpikir dan mencerna informasi sesuai dengan usia peserta didik. Untuk itu, bahan pengajaran perlu disusun berdasarkan prinsip belajar yaitu: (1) bertitik tolak dari hal-hal konkret ke abstrak; (2) dikembangkan dari yang diketahui ke yang belum diketahui; (3) dari pengalaman lama ke pengalaman baru; (4) dari yang mudah/sederhana ke yang lebih sukar/rumit. Selain itu, bahan kajian/pelajaran diharapkan bermakna bagi peserta didik yaitu bermanfaat karena dapat membantu peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
  • Bahan  kajian/pelajaran  diharapkan  dapat  memberikan keluwesan bagi guru dalam memilih metode mengajar dan sumber belajar seperti buku dan nara sumber. Dalam kaitan dengan  sumber  belajar,  guru  diharapkan  dapat mengembangkan  sumber  belajar  yang  sesuai  dengan memanfaatkan potensi di lingkungan satuan pendidikan, misalnya  dengan  memanfaatkan  tanah/kebun  satuan pendidikan, meminta bantuan dari instansi terkait atau dunia usaha/industri (lapangan kerja) atau tokoh-tokoh masyarakat. Selain itu, guru diharapkan dapat memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan peserta didik aktif dalam proses belajar mengajar, baik secara mental, fisik, maupun sosial.
  • Bahan kajian muatan lokal yang diajarkan harus bersifat utuh dalam arti mengacu kepada suatu tujuan pengajaran yang jelas dan memberi makna kepada peserta didik. Namun demikian bahan kajian muatan lokal tertentu tidak harus secara terus-menerus diajarkan mulai dari kelas I sampai dengan kelas VI, atau dari kelas VII sampai dengan kelas IX, atau dari kelas X sampai dengan kelas XII. Bahan kajian muatan lokal juga dapat disusun dan diajarkan hanya dalam jangka waktu satu semester, dua semester, atau satu tahun ajaran.
  • Alokasi waktu untuk bahan kajian/pelajaran muatan lokal perlu memperhatikan jumlah hari/minggu dan minggu efektif untuk mata pelajaran muatan lokal pada setiap semester.
Sumber Rujukan :
LAMPIRAN II
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81A TAHUN 2013 TENTANG IMPLEMENTASI KURIKULUM